Sebuah Kapal Dagang dari Malaka merapat di dermaga Pelabuhan Karangatu Banten untuk mengangkut produk-produk pertanian yang akan dibawa ke Pelabuhan Sunda Kelapa di Batavia.Â
Beberapa buruh di pelabuhan melakukan aktivitas bongkar muat. Mereka kebanyakan berasal dari penduduk pribumi di sekitar desa setempat yang dekat ke pelabuhan.Â
Ketika bongkar muat tersebut selesai, Bayu Gandana yang menyamar sebagai buruh angkut, berhasil menyusup ke dalam Kapal Dagang tersebut yang ternyata milik Saudagar Bugis, Haji Daeng Abdullah.Â
Anak muda asal desa Dalungserang ini sejak peristiwa Geger Cilegon terus berupaya mencari info dimana Kiai Furqon, Sang Guru, ditahan Belanda. Saat peristiwa Geger Cilegon itu Kiai Furqon berhasil ditangkap serdadu kompeni.Â
Bayu mendengar kabar bahwa gurunya dibawa ke Batavia bersama para Kiai senior dari Padepokan Beji termasuk pimpinan pedepokan, Kiai Haji Wasyid.Â
Di tengah para buruh kapal yang sedang bekerja, tiba-tiba Bayu merasa ada tangan kekar menyentuh bahunya. Dengan sigap dan cepat tangan kanan Bayu secara refleks menepisnya.Â
Tubuh orang yang menyentuh bahu itu hampir saja terjatuh oleh gerakan tangan kanan Bayu. Orang itu memandang Bayu dengan senyum sambil berseru : "Bayu!" Sejenak Bayu menatap orang itu yang memiliki perawakan tinggi kekar.Â
"Kamu Kang Nazwan!" Pekik Bayu dengan wajah terperangah penuh gembira. Kang Nazwan adalah salah santri dari Padepokan Beji murid dari ribuan murid Kiai Wasyid.Â
Bayu tidak pernah lupa dengan Kang Nazwan, karena sosok santri yang lebih senior ini sangat akrab dan ramah kepada santri adik-adik kelasnya. Kang Nazwan juga sangat terampil dalam ilmu bela diri Silat Cimande dan Debus.Â
"Kang Nazwan damang?"Â