"Maaf Rob. Aku memang lagi malas saja membalas email" kata Anin seenaknya.
Kulihat Roby masih tertunduk. Terbaca pada raut wajahnya perasaan kecewa, kesal, gelisah. Namun perasaan-perasaan tersebut tertutup oleh sikap sabarnya.
Sejak SMA dulu Roby memang penyabar. Ketika dia tahu kalau Anin sebenarnya lebih suka kepada Prasaja Utama, kakak kelasnya. Namun Roby tetap tidak menyerah terus mengejar cinta Anindia.
Roby yang gagah, ganteng dan sekarang sudah menjadi Perwira Militer yang cerah masa depannya, yang selalu penuh pengertian.
Rasanya aneh saja semua itu sama sekali tidak menarik perhatian seorang Anindia. Bahkan saat mereka sudah bertunangan dan hanya tinggal menunggu tanggal pernikahan.
Rencana pernikahanpun sebenarnya sudah ditentukan usai Anindia selesai menunaikan program S2 nya dari Australia.
Sambutan Anindia dengan sikap apatis, acuh tak acuh seperti ini. Dengan sikapnya, kadang-kadang kesadaran itu timbul bahwa Anin telah berbuat keterlaluan.
Terutama disaat momen menatap punggung Roby yang harus kembali ke Jakarta dengan penuh rasa kecewa.
"Seharusnya kamu tidak bersikap seperti itu!" pendapat Ibunya yang merasa heran dengan sikap anak gadisnya.
"Bukankah dia tunanganmu. Kamu harus bersikap lembut jangan judes." Suara Ibu memberikan nasihat kepada anak gadis satu-satunya.
Dua bulan tidak terasa sudah dijalani Anindia kembali sibuk dengan buku-buku dan aktivitas kampus. Draf proposal tesis juga sudah mulai digarap dengan serius.