Mohon tunggu...
Henriwani Sihaloho
Henriwani Sihaloho Mohon Tunggu... -

:)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pengalaman dari Pantai Cermin

16 November 2009   14:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:19 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Waktu itu November 2007. Saya baru selesai ujian skripsi, demikian juga Rama teman saya. Pada hari Rabu, adeknya Rama, si Dedy mengusulkan agar kami bertiga pergi jalan-jalan ke Pantai Cermin. Kami senang karena nanti ada kawan kami laki-laki. Eh ternyata, tiba hari Jum’at, hari yang kami sepakati untuk pergi ke Pantai Cermin, Dedy tidak bisa ikut karena dia pulang kampung. Lalu hanya saya dan Rama yang pergi.


Pukul 09:00 pagi, kami naik ankutan kota nomor 97 dari Simpang Post Padang Bulan menuju Lubuk Pakam di mana ada persimpangan ke arah Pantai Cermin. Begitu sampai di persimpangan ini satu setengah jam kemudian, kami memutuskan mencari warung makan untuk makan karena mungkin kalau makan siang di Pantai Cermin harganya bisa lebih mahal. Makanlah kami dengan lauk ikan gembung goreng. Kami juga bawa persediaan makana berupa roti dan air minum.


Usai makan, kami bertanya pada yang punya warung makan berapa kira-kira ongkos naik beca dari persimpangan itu ke Pantai Cermin. Ibu yang punya warung bilang sekitar Rp. 15.000 sekali jalan. Kami bilang itu kemahalan.


Lalu ibu yang punya warung itu menawarkan bagaimana kalau kami naik beca suaminya saja ke Pantai Cermin. Kebetulan suaminya ada di warung itu juga.


Berangkatlah kami naik beca yang punya warung. Di perjalanan, kami sepakat dengan bapak yang punya beca bahwa bapak itu akan menjemput kami di sore hari. Kami membayar ongkos beca sekali jalan. Nanti kalau bapak itu sudah datang lagi, kami akan bayar lagi dengan jumlah yang sama seperti yang kami bayarkan ketika kami diantarkan ke pantai.


Kami saling tukar nomor hand phone dengan bapak yang punya beca.


Hari itu lumayan ramai di pantai. Ada yang berenang dan ada yang bermain-main.


Kami melihat-lihat para nelayan yang mendarat dari laut. Ikan hasil tangkapan mereka tidak terlalu banyak.


Kami menggali kerang dari dalam pasir. Kami kumpulkan hendak kami bawa pulang. Kami taruh di dalam botol aqua ukuran 600 ml yang kami isi dengan air laut. Kerang-kerang yang kami kumpulkan ini mati begitu sampai di Medan. Mungkin kerang-kerang itu sakit kepala di dalam botol aqua. Belum lagi tergoncang-goncang naik beca dan angkot dalam perjalanan dari Pantai Cermin ke Medan.


Sore sudah tiba. Kami telah berjanji dengan bapak yang punya becak, suami ibu yangpunya warung nasi di persimpangan itu bahwa kami akan dia jemput pada pukul 17:00 wib. Sebelum pukul 17:00 wib, kami mengirimkan sms kepada bapak itu untuk mengingatkannya agar tidak lupa menjemput kami sesuai kesepakatan.


Sms kami nggak dibalas bapak itu.


Kami tunggu sampai pukul 18:00 wib, nggak ada balasan juga. Hari sudah mulai senja. Kami pun mulai kuatir. Kami coba sms lagi. Kali ini bapak itu membalas dengan mengatakan agar kami menunggunya.


Di Pantai Cermin tak ada angkutan kecuali beca. Itupun, kalau sudah sore tak ada lagi becak yang mangkal di sana.


Karena hari semakin senja, kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju jalan pulang ke arah persimpangan dari mana kami datang naik beca sebelumnya. Kami berjalan lebih dari satu jam. Jadi jarak yang kami tempuh itu cukup jauh juga, lebih dari 5 km. Kiri kanan jalan yang kami lalui rawa-rawa, di sana sini ada rumah-rumah penduduk. *** (bersambung besok)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun