Kancil memandang terharu, tak lama setelah itu, Musang Luwak mendekati kancil. Diikuti beberapa pasukan gerilyawan di belakangnya.
Dipegangnya leher sahabatnya ini, nampak kuat dan berotot. Kancil tersenyum, kemudian dipeluknya. Musang Luwak pun membalas pelukan itu dengan erat, seperti ingin meneteskan air mata. Tiba-tiba kancil menggumam dengan lirih, "Seorang kesatria tak boleh meneteskan air mata. Jika tertetes maka hilang kesaktiannya. Biarkan kedatanganku ini, sebagai obat kerinduan yang mendalam di antara kita berdua."
Mendengar ucapan lirih itu, Musang Luwak mulai terlihat tegar. Dia pun mengajak Kancil dan jenderal Gajah beserta para pasukan semua, untuk melakukan ramah tamah yang telah disajikan oleh para penghuni.
Satu persatu mulai memasuki gerbang pemukiman. Cerita dan canda tawa, mengiringi kebersamaan. Kancil, Musang Luwak dan Jenderal Gajah terlihat saling bersulang. Sedangkan para pasukan, saling bercengkrama. Suasana damai pagi itu terasa lengkap dengan sinar mentari yang mulai menghangatkan tubuh mereka.