Baru-baru ini ada sebuah berita yang melansir pernyataan maaf Panglima TNI Jenderal Moeldoko terkait pemberian nama kapal perang Republik Indonesia, Usman Harun. Tidak diketahui dengan pasti apakah permohonan maaf itu merupakan permohonan maaf resmi pemerintah RI kepada Singapura atau hanya inisiatif sang jenderal.
Di negeri ini, semua hal-hal di atas memang serba sumir, tak ada yang bisa memastikannya, juga tak ada pejabat tinggi yag berani memertangungjawabkannya kepada publiknya sendiri. Semua menjaga citranya sendiri. Itulah ciri khas pejabat dan petinggi di negeri yang katanya "gemah ripah loh jinawi ini".
Namun, saya tak berfokus ke sana. Saya mengajak pembaca berfokus kepada peristiwa pasca-permintaan maaf sang jenderal, yakni munculnya sebuah berita dari sebuah situs negara kota itu berjudul artikel berjudul “Indonesia’s General Moeldoko Has Got an Exquisite Taste for Watches". Berita ini berkisah tentang jam mewah Panglima TNI.
Entah benar atau tidak berita itu, hanya Tuhan dan sang jenderal yang tahu. Namun, ada satu hal yang sering dilupakan oleh pejabat dan petinggi di republik ini. Bila bersinggungan atau berhubungan dengan negara Singapura dan Malaysia, seharusnya ada persiapan yang benar-benar bisa menutup celah bagi kedua negaar bekas jajahan Inggris itu untuk meberikan serang lanjutan.
Saya tak bermaksud membela sang jenderal. Saya hanya ingin menggarisbawahi bahwa sesungguhnya kedua negara itu adalah "ibarat anak kecil" sangat-sangat nakal terhadap kita sebagai negara besar. Dan repotnya, pemimpin kita yang menjadi pemimpin di Indonesia, sebuah negara terbesar di ASEAN, justru berkarakter seperti anak kecil, gampang dipuji dan ditokohi.
Bagaimana tidak. Cobalah lihat apa yang menimpa sang jenderal. Dalam logika awam, ketika kita telah meminta maaf pada tetanga kita, dan maaf kita itu telah diterima, sejatinya kita akan menerima perlakukan baik. Tapi apa yang terjadi pada sang jenderal?
Setelah meminta maaf -mungkin atas negara atau institusi TNI, media Singapura -yang sama seperti di Malaysia, dikontrol oleh negara- malah menyerang sang jenderal dengan berita kemewahan jam tangan yang dikenakannya. Benar-benar negara yang susah untuk dipercaya bukan?
Indonesia sendiri sebenarnya selalu kerepotan (atau mungkin terlalu lemah) bila bertetangga dengan Singapura. Lihatlah kasus pasir kita yang dicuri negara itu, lalu wilayah udara kita yang sering dipakai Singapura tanpa izin, serta yang "terngeri", dana-dana warga negara RI -termasuk diduga hasil korupsi- yang disimpan di Singapura. Kita lemah menghadapi semua itu terhadap Singapura.
Dengan Malaysia? Idem tito. Kalau rakyat kita marah, eh, pemimpin kita tak pernah mau marah terhadap Malaysia. Beda dengan Filipina yang warga dan pemimpinnya seia sekata menghadapi Malaysia. Mereka punya harga diri kebanggsaan yang sama.
Kalau Malaysia sudah terjepit, maka Malaysia akan punya jurus ampuh yang sangat membuai pejabat Indonesia, yakni:"Kerajaan Malaysia dan pemerintah Republik Indonesia adalah negara serumpun". Sebuah mantra ajaib Malaysia yanag benar-benar ampuh. Klasik, kuno, namun mampu membuat Indonesia bertekuk lutut. Tabik!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI