Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Betulkah Tak Ada Suami yang Setia?

29 Desember 2019   05:01 Diperbarui: 30 Desember 2019   21:42 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wedding rings - dok. pexels.com

"Ah, laki-laki di mana-mana sama saja. Buaya semua", seorang wanita, sebut saja namanya Karina menumpahkan kekesalannya. 

Ia sedang sedih dan kecewa dengan perjalanan cintanya. Pernikahannya dengan lelaki yang sangat dicintainya tidak berumur panjang. Karina sudah tidak sanggup lagi melihat kebiasaan suaminya yang sering menghabiskan waktu dengan wanita-wanita lain.

Saya mengerti kekecewaannya. Mungkin jika ingin jujur, tidak ada istri yang bisa menerima kebiasaan suami seperti itu, begitu juga jika terjadi sebaliknya.

"Dek, kau jangan pernah mimpi punya suami yang setia. Yang paling penting itu adalah suami yang bertanggung jawab"

Saya terdiam tak tahu mau menjawab apa. Serasa wajah saya ditampar angin kencang. Kalimat itu diucapkan seorang laki-laki yang pernah dekat di hidup saya.

"Aku yakin pasti ada suami yang setia di luar sana", jawaban saya akhirnya keluar juga.

"Silakan cari, mungkin ada di bangsa kulit putih itu", lanjutannya menimpali kalimatku.

Setia menurut KBBI adalah; 

1) berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan   sebagainya); patuh; taat

2) tetap dan teguh hati (dalam persahabatan dan sebagainya)

Lantas standar setia itu seperti apa.  Bisa jadi berbeda-beda menurut masing-masing individu. Bagi saya, setia dengan pasangan, dalam hal ini, suami istri adalah tidak berbagi kasih dan sikap seperti yang kita berikan pada pasangan kita. Saya adalah penganut pasangan tunggal.

Laki-laki tadi mengatakan bahwa menikah dan punya keluarga adalah hidup yang telah digariskan, memenuhi kodratnya sebagai laki-laki, memiliki istri, anak dan menafkahi mereka. Tetapi kebiasaannya sebagai laki-laki bebas secara pribadi tetap tidak boleh diganggu.

Mungkin itulah prinsip hidupnya. Sebagai calon pasangannya  hanya tinggal memutuskan apakah akan menerima prinsip itu  atau tidak. Bisa jadi itu adalah bentuk ketegasannya untuk mengatakan jika menjadi pasangannya harus terima konsekuensi tersebut. Bagi saya hal tersebut tidak perlu diperdebatkan. Hanya satu jalannya, menjauh darinya.

Dalam kehidupan rumah tangga sudah pasti harus ada jalan tengah untuk diambil, tetapi untuk hal khusus seperti prinsip hidup, kemungkinan besar akan sia-sia.

Kita tidak akan mungkin mengubah prinsip hidup orang lain, apalagi seseorang yang sudah dewasa dan berakal sehat. 

Di suatu waktu pernah saya berbincang dengan suami tentang perpisahan teman dan kenalan kami  akibat perselingkuhan. Menurut suami saya perselingkuhan itu bisa terjadi jika kedua belah pihak memang sama-sama ada ketertarikan dan menginginkan hubungan satu sama lain. Entah itu hanya hubungan satu malam ataupun berkelanjutan. Intinya sama saja, kedua belah pihak menghendakinya. Ada aksi dan reaksi.

Apakah betul penyataan laki-laki yang saya sebutkan tadi? 

Tentu saja tidak. Karena saya memiliki satu contoh, orang yang paling dekat dalam hidup saya, kedua almarhum orang tua saya. Ayah kami setia dengan janjinya. Cinta sejati mereka, sehidup semati.

.

-------

Hennie Triana Oberst

Deutschland, 29 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun