Pola pikir anak dibangun dari proses mendengar, melihat dan merasakan. Sistim nilai yang dibangun di dalam keluarga membentuk pola pikir anak. Pola pikir itu kemudian membentuk sifat mental dan perilaku anak.
Selain itu, sifat mental anak juga dapat dipengaruhi oleh sosok yang dekat di hati anak. Siapa pribadi yang dekat secara hati dengan anak, sifatnyalah yang cenderung lebih kuat memengaruhi pola pikir anak yang kemudian membentuk sifat dan perilakunya.
2. Lingkungan Sosial Mula-mula.
Lingkungan sosial yang ikatannya paling kuat dan mengakar adalah ikatan kesukuan.
Anak yang hidup dalam keluarga dengan ikatan dan paham kesukuan yang kental akan mengalami proses pembentukan pola pikir yang membentuk sifat dan perilaku yang sama seperti ditanamkan di dalam sistem keyakinan yang dianut oleh masyarakat sukunya.
Oleh sebab itu, terkadang ditemukan adanya kesamaan sifat mental dan perilaku orang-orang yang berasal dari satu suku.
Akan tetapi, anak yang tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang tidak lagi kuat mengikat diri dalam sistim nilai kesukuan akan mengalami perubahan pola pikir apalagi bila ia hidup dan besar di lingkungan yang jauh berbeda dari sistem kesukuannya.
3. Lingkungan Perkembangan.
Yang dimaksud dengan lingkungan perkembangan adalah lingkungan di luar lingkungan mula-mula, yakni lingkungan di mana selanjutnya manusia berada, misalnya: lingkungan pendidikan, lingkungan pertemanan, lingkungan komunitas masyarakat tertentu, lingkungan komunitas agama, dan lainnya.
Lingkungan perkembangan ini dapat membentuk pola pikir yang baru. Seorang yang membawa sifat pelit dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya yang mula-mula di kemudian hari bisa berubah menjadi tidak pelit oleh perubahan pola pikir yang dipengaruhi oleh lingkungannya yang baru.
Misalnya: seorang yang pelit bersahabat dengan seorang yang murah hati. Seringnya mendapat pemahaman dan teladan kemurahan hati sahabatnya bisa membuatnya berubah menjadi tidak pelit lagi oleh pengaruh kuat sifat murah hati sahabatnya itu.