Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

1000 Agama, 1000 Allah?

7 Agustus 2018   15:27 Diperbarui: 27 Januari 2019   05:45 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengamatan gres memberi gambaran yang semakin kuat bahwa betapa sulitnya mengeluarkan Allah dari kurungan agama untuk memberi kebebasan kepada Allah menjadi diri-Nya sendiri, yakni Allah Pencipta, Allah bangsa-bangsa, Allah umat manusia.

Pada artikel sebelumnya Mengurung Allah dalam Agama, ada kalimat:

"Allah Pencipta adalah Allah manusia beragama Islam, Allah manusia beragama Kristen, Allah manusia beragama Buddha, Allah manusia beragam Hindu, Allah manusia beragama Konghucu, bahkan Allah manusia Atheis!"

Di situ mulai ada penolakan. Allah-nya tidak mau disamakan dengan Allah agama lain.

Ini disebabkan karena ketika melihat kalimat itu, yang dilihat bukan kata 'manusia'-nya di depan nama agama: "manusia beragama Islam, manusia beragama Kristen"  dan seterusnya, tetapi langsung terarah pada nama agama-nya: "Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Konghucu".

Pada saat melihat nama agama yang berbeda dengan agama-nya, sebuah pernyataan timbul seketika itu juga: "Tidak sama!".

Lalu apa itu berarti: 1000 agama, 1000 Allah?

Tentu tidak. Sebab hanya ada Satu Allah, yakni Allah Pencipta langit, bumi, dan segala isinya. Allah Yang Esa; Tunggal; Satu. Bila ada allah lain di luar Allah Pencipta, itu bukan Allah ('a' huruf besar), tetapi allah ('a' huruf kecil) atau allah-allahan buatan atau ciptaan manusia. 

Yang membuat dipandang "tidak sama!" adalah karena setiap agama memiliki Kitab Suci dan dogma yang memberikan pemahaman dan pandangannya masing-masing tentang Allah. Beda Kitab Suci, beda paham, beda pandangan. 

Pemahaman dan pandangan yang berbeda tentang Allah menghasilkan Allah menurut paham Islam, Allah menurut paham Kristen, Allah menurut paham Buddha, Allah menurut paham Hindu, Allah menurut paham Konghucu, bahkan Allah menurut paham Atheis yang dianggapnya tidak ada. 

Satu Allah dipandang dari sudut pandang yang berbeda. Namun, Allah yang dipandang berbeda itu hanya SATU. Ialah Allah yang menciptakan manusia.

Kemudian manusia-manusia yang Ia ciptakan itu ada yang menganut agama Hindu, ada yang menganut agama Kristen, Konghucu, Islam, Buddha, bahkan Penulis menyertakan juga Atheis, untuk mengatakan bahwa ada pula manusia yang Ia ciptakan justru tidak mengakui keber-ada-an-Nya sehingga ia disebut Atheis.

Maka, ketika sebuah agama tidak menerima Allah yang diyakininya adalah Allah yang sama bagi manusia beragama lain, maka itu menimbulkan pertanyaan "Allah" yang mana yang disebut "Allah"-mu sendiri itu?

Sebab, kalau Dia adalah Allah Pencipta, maka Ia adalah Allah yang menciptakan semua manusia di muka bumi yang beraneka ragam agamanya. Ia adalah Allah bangsa-bangsa, Allah umat manusia.

1000 agama, bukan berarti 1000 Allah.  1 Allah dipandang dari 1000 keyakinan yang berbeda.

Akan tetapi yang terjadi, manusia mau "mengurung Allah" bagi agamanya sendiri. Agama yang mengklaim Allah adalah allah-nya sendiri justru mengecilkan allah-nya sendiri hanya sebatas allah agama sebab klaim itu meniadakan hakikat Allah adalah Pencipta seluruh manusia.

Oleh sebab itu, paham allah agama meniadakan harga manusia lain di luar agamanya sebab ia memandang bahwa allah itu hanya milik agama itu saja. Manusia di luar agamanya dipandang tidak punya Allah. Tidak heran penganut agama allah ini hanya akan menghargai manusia yang seagama dengan dirinya. 

Sedangkan, paham Allah Pencipta tidak meniadakan derajat kemanusiaan manusia-manusia lain di luar agama sendiri. Agama dengan paham Allah Pencipta akan tetap menghargai semua manusia di luar agamanya.

Agama paham Allah Pencipta memandang bahwa sekalipun manusia tidak seagama, tetap saja manusia adalah ciptaan Allahnya, karena Allahnya adalah Allah Pencipta. Dan, Allah Pencipta-lah yang empunya surga itu.

Oleh karena itu, hakikat Allah Pencipta itu harus jelas dalam teori dan praktik keagamaan. Misalnya, karena Allah Pencipta menciptakan manusia, maka ajaran dan praktik keagamaan harus memperlihatkan penghargaan terhadap sesama manusia sekalipun berbeda agama.

Bahwa, Allah Pencipta adalah Allah yang menciptakan semua manusia yang ada di muka bumi ini, maka hanya Allah saja yang punya hak atas manusia.

Tidak ada pengambilalihan kekuasaan dari tangan Allah menjadi kekuasaan agama. Karena hakikat Allah Pencipta tidak dapat dikuasai oleh manusia. Ia-lah yang menguasai manusia, bukan manusia menguasai Allah.

Dengan begitu, nyatalah yang ditawarkan adalah jalan kepada Allah Pencipta, karena ajaran dan praktik yang ditampilkan itu menunjukkan hakikat dan sifat Allah Pencipta.

Jangan sampai ajaran dan praktik keagamaan bertolak belakang dengan hakikat dan sifat Allah Pencipta.

Inilah yang harus dicatat oleh agama-agama bila hendak meyakinkan orang lain bahwa agamanyalah yang benar membawa manusia ke surga Allah Pencipta.

Bagaimana mungkin meyakinkan orang bahwa ini jalan Allah Pencipta dengan lisan dan perilaku yang mengandung kebencian, hinaan, kemarahan, dendam?

Semua itu bukan sifat-sifat Allah Pencipta. Anak-anak kecil pun sering diajari jangan membenci. Akhirnya menimbulkan pertanyaan di situ, "Kog, jalan Allah seperti itu?"; "Kog, orang-orang surgawi begitu?".

Juga, bagaimana mungkin meyakinkan orang bahwa inilah jalan menuju surga Allah Pencipta dengan membunuh? Sementara membunuh itu adalah dosa, hal yang tidak dikehendaki Allah Pencipta.

Sebab, Dia yang menciptakan manusia, maka manusia tidak berhak sama sekali untuk meniadakan manusia lain, kecuali Ia sendiri. Namun, yang ditampilkan justru membunuh adalah jalan menuju surga.

Semua agama harus mengoreksi praktik dan perilaku keagamaan yang justru merusak CITRA ALLAH PENCIPTA itu sendiri. Itu yang Penulis prihatinkan.

Silakan mengklaim bahwa agama yang dianut adalah benar, tetapi jangan "mengurung Allah" di dalam agamamu, jangan mengambil alih hak dan kuasa-Nya, jangan membatasi kasih-Nya, jangan membelenggu kebebasan-Nya untuk menjadi diri-Nya sendiri, yakni menjadi Allah bagi semua yang diciptakan-Nya.

Jangan menggambarkan Allah Pencipta seolah dapat diatur oleh manusia, dapat dibatasi oleh manusia, dapat disebut-sebut keinginan-Nya padahal itu keinginan diri kita sendiri.

Lebih memprihatinkan lagi, Allah diserukan dan ditampilkan seperti sosok yang sama dengan lawan-Nya, yakni IBLIS: saling menjatuhkan, saling menertawakan, saling menghina, saling menghujat, saling membenci, saling membunuh!

Itu jelas bukan dari Allah Pencipta. Mengapa agama-agama yang mengklaim diri masuk surga justru menghadirkan suasana NERAKA, bukan SURGA?

Jika seseorang mengatakan ia adalah calon penghuni surga tampilkan kepada dunia seperti apa karakter sifat-sifat orang surga itu. Karena 1000 agama hanya satu Allah Pencipta. Hanya satu surga, surga-Nya Allah Pencipta.

Tanpa sadar banyak penganut agama-agama yang menyebut agamanya benar adalah jalan ke surga justru merusak citra surga, citra penghuni surga dan citra Allah Pencipta Yang Esa.

Iklan dan produk berbeda, bahkan bisa menjadi iklan tanpa produk.

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun