Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merajut Kehangatan Melalui Imlek

4 Februari 2019   12:06 Diperbarui: 7 Januari 2020   21:40 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak jauh berbeda dengan perayaan hari Natal atau Idul Fitri di Indonesia, masyarakat Tionghoa di tanah air ini pun merayakan tahun baru imlek dengan menghias rumahnya dengan berbagai ornamen dan pernak-pernik khas imlek (seperti Natal dengan pernak-pernik Natal) - contohnya saja memajang pohon bunga Sakura/Mei Hua, menggantung lampion, memajang miniatur shio, menempel lukisan dewa/ kertas merah (chuang hua) yang biasanya begambar ikan, buah persik, biji-bijian, naga, burung, phoenix dan banyak lagi. Lampu-lampu kelap-kelip juga turut mewarnai rumah dan pekarangan.

Semua dekorasi ini tentunya melambangkan harapan; misalnya biji-bijian yang melambangkan simbol harapan akan panen yang baik. Jimat keberuntungan (Fu) untuk mendatangkan kegembiraan dan nasib baik. Lukisan dewa pintu (men shen) agar membawa keberuntungan ke dalam rumah tangga. Kalau dilanjutkan sebenarnya masih sangat banyak pernak-pernik serba merah yang biasanya wajib ada.

Selain mendekorasi rumah, hal yang tidak pernah dilupakan dalam festival musim semi ini adalah angpao. Amplop berwarna merah ini selalu ditunggu-tunggu kehadirannya, karena sudah tahu sama tahu isinya uang. Mungkin lebih bahagia kalau isinya cek atau seorang teman hidup bagi mereka yang statusnya jomblo. Masak iya angpao isinya pasangan?

Bagi yang belum menikah, angpao masih bisa diterima -- tapi yang sudah menikah, tidak terima angpao lagi alias harus kasi angpao. Makin banyak anak-anak atau kaum muda yang belum menikah (apalagi kaum muda ini sudah berumur), makin beratlah ongkos yang dikeluarkan sebuah keluarga. Katanya lah... berhubung saya belum menikah jadi ga tahu... eh curhat.

Dekorasi penting, bagi-bagi rezeki juga penting, tapi ada hal yang lebih penting dari semua yang telah disebutkan di atas -- yaitu hal beramah tamah yang wujudnya berkunjung ke rumah sanak family dan sahabat.

Menurut orang-orang tua dan yang telah dikonfirmasi oleh zaman dan ilmu pengetahuan, berkunjung adalah hal terpenting yang harus dilakukan manusia. Berkunjung sendiri bermanfaat merekatkan tali persaudaraan. Walaupun hanya satu dari sejuta cara dalam bersosialisasi di era digital ini, tapi cara ini paling efektif karena tatap muka. Kuno namun mujarab. Bisnis pun lebih nyaman kalau bertatap muka.

Kalau sudah erat, apapun lebih baik. Bagaimana bisa empati kalau relasi tidak erat atau dekat? Bantuan yang tidak didasari oleh eratnya relasi hampir-hampir tidak terpikirkan.

Rasanya berat untuk keluar duit untuk orang yang masih ada hubungan keluarga (tapi ndak erat) ketimbang keluar duit untuk mereka yang ndak ada hubungan darah tapi relasinya erat dengan kita. Karena apa? Ya karena sayang tadi. Sayangnya sudah sampai batin. 

Bisa sih keluar duit walau tidak sayang, karena pertimbangan timbal baliknya (bisnis). Tetap saja pertolongan yang didasari rasa sayang lebih murni. Terluka pun tak sakit. Rugi pun tak mengapa. Itulah namanya cinta. Pahit jadi ada manis-manisnya.

"Dari mana datangnya cinta dan bagaimana menumbuhkannya?" Sebuah pertanyaan yang pernah ditanyakan oleh seorang anak remaja yang dijawab oleh pamannya yang sudah makan asam garam kehidupan. Sang paman pun mengepit keluar rokok yang ada dibibirnya dan lalu menjawab "Sederhana nak, perbanyak saja waktu di antara kalian berdua. Maksudnya cinta datang karena selalu bersama, tumbuh juga karena kebersamaan. Kamu ajak dia nongkrong, keluar makan, ajak ke mana gitu, sering-sering jumpa nak."

Jawaban sang paman di atas ada benarnya. Aplikasinya terhadap kehidupan berelasi kita ya banyak-banyak lah miliki waktu bersama orang. Apakah dia pasangan kita, anak kita, keluarga besar kita, dan teman-teman kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun