Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Permainan Barongsai dan Rutinitas Tahunan

24 Februari 2018   17:13 Diperbarui: 24 Februari 2018   17:21 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain musik dan permainan barongsainya, tidak lupa penulis juga mau komentar tentang gaya para anggota tim. Sesungguhnya penulis pun tidak berhak mengatur gaya para pemain karena gaya adalah hak pribadi. Tetapi yang diciptakan oleh para pemain ini cenderung menimbulkan stigma bahwa pemain barongsai adalah orang-orang yang "kurang kerjaan" dan "nakal" karena penampilannya yang seperti (maaf) pekerja kasar. Kebanyakann penulis lihat, perawakan para pemain ini bisa dibilang dekil. Sudah dekil tatoan lagi, tindikan, rambut dicat (tidak cocok), rambut tanggung, dsb... makin kuatlah praduga orang-orang awam bahwa orang-orang yang main barongsai ini adalah kelompok anak-anak nakal.

Jika saja gaya para anggota tim ini dapat diubah menjadi lebih elegan dan rapi niscaya persepsi orang-orang akan berubah dan menganggap bermain barongsai itu adalah permainan dan seni yang berkelas. Masyarakat Tionghoa lokal dapat lebih menghargai dan bangga pada tim pemain barongsai asal setempat walau tampilnya hanya sekali setahun.

Sebatas Rutinitas Tahunan?

Selain beberapa hal di atas, penulis melihat juga betapa cepatnya satu barongsai datang dan pergi dan digantikan dengan barongsai yang lain. Mungkin alasannya untuk mengejar target tempat yang harus diselesaikan, takut keburu malam atau bisa juga cuaca yang panas jadi geraknya harus cepat. 

Penulis menyadari bahwa sekarang orang Tionghoa tidak memberikan Hong Bao yang gemuk kepada tim barongsai yang datang, mungkin faktor-faktor di atas menjadi salah satu alasannya. Penampilan kurang bagus, performa biasa saja, datang pergi begitu saja, masyarakat merasa buat apa memberikan Hong Bao yang besar kepada pemain ini. Jadilah uang Rp 5.000 -- Rp 10.000 yang dibungkus.

Ada yang bilang bahwa tim barongsai lokal ini kekurangan dana, personil dan pengalaman sehingga kita harus mengerti. Ya, kita memang mau mengerti dan maklum, tetapi jujur saja tampilan seperti itu kurang bagus untuk dilihat. Setidaknya jika kurang dalam hal tampilan barongsai, maka skill permainan harus unggul. Bukan main untuk turnamen, main di jalan dengan baik apa salahnya? Kalau main hanya sebatas rutinitas tahunan dan mengejar hong bao di tiap rumah, sayang sekali, lama-lama rusak juga tradisi ini. Orang jadi enggan menerima barongsai.


Di akhir tulisan ini, penulis berharap bahwa dalam hal apa saja harus dilandasi dengan "Panggilan." Begitu juga dalam bermain barongsai pun harus dianggap sebagai panggilan (panggilan setahun sekali?).

Yang pertama adalah panggilan untuk melestarikan budaya, supaya tetap ada (tidak punah) dan makin berkembang terus menerus. Penulis memberi istilah "panggilan melestarikan" yang melampaui sekedar rutinitas tahunan.

Yang kedua adalah panggilan untuk hidup beres, sehingga penonton yang menyaksikan seseorang yang sedang bermain barongsai dapat mengatakan kepada sanak keluarganya seperti "Lihat pemain barongsai itu, sudah sukses jadi bos tetapi masih peduli pada budaya sendiri, rumah tangganya beres, anaknya semua sudah besar sekolah tinggi dan sukses juga, orangnya baik pada tetangga, pada teman-teman, tidak mau menipu orang dalam berdagang, dia layak diteladani." Ketika orang bersaksi seperti ini niscaya kesenian barongsai itu tidak akan dipandang sebelah mata yang mana hanya dimainkan oleh anak-anak yang kurang kerjaan, nakal dan kasar. Tetapi seni yang dimainkan oleh orang-orang sibuk, rapi dan halus. Bukan permainan sembarangan karena orang yang memainkannya juga berlatar belakang baik.

Yang ketiga adalah panggilan untuk bermain seperti untuk Tuhan/ Shangdi () dan bukan untuk manusia. Ini adalah panggilan yang paling sulit. Ketika kita mengerjakan sesuatu seperti untuk Tuhan, kita akan memberikan yang terbaik dari yang kita bisa dengan motivasi yang murni (lebih penting dari sekedar dapat uang). Terbaik dari dalam dan luar diri, dan sesuatu yang dikerjakan dengan sebaik mungkin jarang sekali ada yang mengecewakan orang lain. 

Jangan kuatir mendapatkan hong bao yang kecil bila sudah bermain dengan bagus seperti kata kebanyakan orang "Main bagus pun tetap hong bao nya kecil," kalau main bagus pasti ada orang yang menghargai. Masakan tidak ada yang memberi lebih besar bila penampilan tersebut bagus? Mungkin dengan melihat permainan yang bagus, tim barongsal ini akan sering disewa untuk acara-acara besar. Itu lebih menguntungkan! Main bagus pun tidak percuma, orang jadi terhibur daripada bermain jelek tiap tahun ke rumah-rumah dan menjadi cemoohan orang.


Perlu ada orang-orang yang terpanggil untuk merubah stigma banyak permainan barongsai jelek dan sebatas rutinitas tahunan. Salam "Tak Tun Tuang," eh "Tak Tun Ceng...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun