Mohon tunggu...
HENDRO PAULUS NIM 55524110019
HENDRO PAULUS NIM 55524110019 Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Universitas Mercu Buana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Pajak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Quiz 9 - Hendro Paulus - 5552410019 - Diskursus Penagihan Pajak Pada PMK 15 Tahun 2025 dan 189/PMK.03/2020

28 Mei 2025   23:54 Diperbarui: 28 Mei 2025   23:54 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penagihan pajak merupakan bagian penting dalam siklus perpajakan yang seringkali menimbulkan tantangan, baik di sisi fiskus (Direktorat Jenderal Pajak) maupun wajib pajak. Dengan semakin kompleksnya aktivitas ekonomi, Pemerintah Indonesia terus berupaya menyempurnakan mekanisme penagihan pajak melalui berbagai peraturan. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar dan PMK Nomor 15 Tahun 2025 yang merupakan pembaruan atas aspek teknis dan substansi penagihan sebelumnya.

I. What -- Apa Itu Penagihan Pajak dan Apa Saja Aturan yang Mengaturnya?

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat pajak untuk merealisasikan penerimaan negara dari wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela. Penagihan dapat berupa penagihan aktif (dengan Surat Paksa) dan penagihan pasif (melalui imbauan atau pemberitahuan).

PMK 189/PMK.03/2020 memberikan pedoman tata cara pelaksanaan penagihan pajak yang lebih terstruktur, termasuk dalam hal penetapan Surat Paksa, penyitaan, hingga pelelangan aset milik wajib pajak. PMK ini hadir untuk menyempurnakan proses penagihan yang sebelumnya dinilai belum optimal dan menyesuaikan dengan kebutuhan digitalisasi administrasi perpajakan.

Sementara itu, PMK Nomor 15 Tahun 2025 merupakan peraturan yang relatif baru dan merupakan pembaruan atas kebijakan teknis penagihan pajak. Peraturan ini mengatur prosedur penagihan yang lebih adaptif terhadap era digital, memperkuat sistem pengawasan berbasis risiko, serta memberikan kewenangan lebih luas kepada jurusita pajak negara dalam upaya penagihan.

Beberapa hal penting dari PMK 15/2025 antara lain:
- Pemanfaatan data digital untuk mempercepat proses penyitaan aset.
- Integrasi sistem perpajakan dengan sistem keuangan perbankan untuk pelacakan rekening.
- Penekanan pada pendekatan berbasis keadilan restoratif bagi wajib pajak yang kooperatif.

II. Why -- Mengapa Penagihan Pajak Harus Diperkuat dan Diatur Ulang?

Kebutuhan untuk memperkuat sistem penagihan pajak berangkat dari sejumlah alasan mendasar, baik dari aspek fiskal maupun sosiologis.

1. Peningkatan Kepatuhan Pajak
Banyak wajib pajak yang belum taat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Menurut data DJP, hingga 2024 masih terdapat tunggakan pajak mencapai triliunan rupiah yang belum berhasil ditagih. Tanpa mekanisme penagihan yang efektif, potensi penerimaan negara terhambat.

2. Efektivitas Penegakan Hukum
Salah satu kelemahan penagihan sebelumnya adalah tidak adanya sanksi yang bersifat menjerakan. Dengan penyempurnaan peraturan, DJP kini memiliki landasan hukum yang lebih kuat untuk melakukan tindakan paksa, termasuk penyitaan dan pencegahan bepergian ke luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun