Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P5L, khususnya sektor Perkebunan, memegang peranan penting dalam struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) di banyak wilayah Indonesia. Salah satu tantangan dalam optimalisasi penerimaan dari sektor ini adalah kesesuaian antara lokasi objek pajak dan administrasi kewilayahan. Ketidaksesuaian ini bukan hanya menyebabkan distorsi data, tetapi juga berimplikasi langsung terhadap Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima oleh pemerintah daerah.
Kasus PT XYZ, yang memiliki lahan perkebunan seluas 800 hektar di wilayah Kabupaten A namun selama ini seluruhnya tercatat di Kabupaten B, adalah contoh konkret yang perlu segera disikapi. Berdasarkan Permendagri Nomor 117 Tahun 2022, batas wilayah antara Kabupaten A dan Kabupaten B telah diperjelas, yang memberikan dasar hukum kuat untuk dilakukan penyesuaian atas Nomor Objek Pajak (NOP) PBB P5L tersebut.
Permasalahan Pokok dan Dampaknya
Sejak ditetapkan izin usaha perkebunan PT XYZ di wilayah Kabupaten B, seluruh NOP PBB sektor Perkebunan perusahaan ini terdaftar di KPP Pratama B, yang wilayah kerjanya mencakup Kabupaten B. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar lahan perusahaan, yakni sekitar 800 hektar, berada di Kabupaten A.
Akibatnya, Kabupaten A tidak mendapatkan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dari PBB sektor Perkebunan yang seharusnya diterima atas lahan tersebut. Padahal, secara administratif dan faktual, wilayah itu masuk dalam yurisdiksi Kabupaten A sesuai dengan Permendagri Nomor 117 Tahun 2022. Kondisi ini menyebabkan kerugian fiskal yang tidak kecil bagi Pemkab A dan menciptakan ketimpangan distribusi pajak antar wilayah.
Landasan Hukum Penyesuaian NOP
Penyesuaian NOP dapat dan harus dilakukan berdasarkan sejumlah regulasi berikut:
- PER-08/PJ/2019, Pasal 3 ayat (2), yang menyatakan bahwa penyesuaian dapat dilakukan jika terjadi mutasi objek pajak atau penyesuaian wilayah administratif.
- SE-33/PJ/2019, yang memperjelas bahwa jika objek pajak melintasi dua wilayah kabupaten/kota, maka kode wilayah NOP harus diberikan untuk masing-masing daerah.
- Permendagri 117/2022, yang menegaskan batas wilayah terbaru antara Kabupaten A dan Kabupaten B.
- UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 12 Tahun 1994, sebagai dasar hukum utama atas pengenaan PBB.
Dengan demikian, tidak ada alasan hukum untuk tidak melakukan pemisahan NOP tersebut. Justru, secara normatif dan administratif, penyesuaian ini adalah bentuk kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Manfaat Bagi Pemerintah Daerah
Penyesuaian ini membawa manfaat strategis bagi Pemerintah Kabupaten A, antara lain:
- Peningkatan PAD Melalui DBH PBB
Dengan diterimanya bagian DBH PBB sektor perkebunan dari PT XYZ, Pemkab A dapat meningkatkan kapasitas fiskalnya untuk membiayai program-program pembangunan daerah dan layanan publik. - Keadilan Fiskal antar Wilayah
Penyesuaian ini akan menciptakan distribusi fiskal yang lebih adil. Kabupaten yang secara geografis menanggung dampak dari aktivitas perkebunan (lingkungan, infrastruktur, sosial) harus mendapatkan manfaat fiskal yang proporsional. - Validitas Data PBB yang Lebih Akurat
NOP yang sesuai dengan batas wilayah akan memudahkan perencanaan pembangunan, pengawasan objek pajak, serta memperkuat sistem informasi perpajakan daerah. - Mendorong Kolaborasi Antar Instansi
Proses ini mengharuskan adanya sinergi antara Pemda, DJP, dan perusahaan, sehingga menciptakan pola hubungan yang sehat, transparan, dan saling menguntungkan dalam tata kelola perpajakan daerah.
Langkah-Langkah Strategis yang Perlu Diambil
Untuk mewujudkan penyesuaian NOP tersebut, beberapa langkah konkret perlu segera dilakukan:
- Koordinasi Teknis Antar Pihak
Pemkab A perlu memfasilitasi pertemuan teknis antara PT XYZ, KPP Pratama A, dan KPP Pratama B guna mendiskusikan tata cara pemisahan NOP sesuai SE-33/PJ/2019. - Pengumpulan dan Validasi Data
Data spasial (GIS), peta wilayah, dan dokumen hak atas tanah perlu dipastikan kesesuaiannya dengan batas administrasi terbaru. Hal ini penting agar pemisahan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. - Permohonan Penyesuaian Resmi ke DJP
Berdasarkan hasil koordinasi, Pemkab A bersama PT XYZ dapat mengajukan surat resmi kepada DJP untuk melakukan penyesuaian NOP mulai Tahun Pajak 2026, mengingat SPPT PBB 2025 telah terbit. - Penyusunan SOP Internal Pemda
Agar kasus serupa tidak berulang, diperlukan prosedur standar penelusuran dan verifikasi lokasi objek PBB, terutama untuk sektor perkebunan dan kehutanan yang kerap lintas wilayah.
Penutup
Kasus PT XYZ adalah titik tolak penting untuk memperbaiki basis data perpajakan di sektor perkebunan dan memastikan bahwa manfaat fiskal dari pengelolaan sumber daya daerah benar-benar kembali kepada masyarakat daerah tersebut. Pemerintah Kabupaten A, bersama dengan DJP dan pihak perusahaan, memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan keadilan fiskal terlaksana.
Dengan mengambil tindakan proaktif dalam penyesuaian NOP, bukan saja PAD akan meningkat, tetapi integritas tata kelola fiskal daerah juga akan terjaga. Langkah ini, jika berhasil, dapat dijadikan model bagi kabupaten/kota lain di Indonesia yang menghadapi kasus serupa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI