Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengeluarkan sebuah putusan yang sangat progresif mengenai penyelenggaraan pemilu. Berdasarkan Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tentang persoalan pemisahan pemilu tingkat nasional dan lokal agar dilaksanakan secara terpisah. Sebab pelaksanaan pemilu dan pilkada 2024 yang berdekatan berdampak buruk terhadap kualitas demokrasi Indonesia yang dibuktikan dengan masyarakat enggan dan bahkan jenuh untuk berpartisipasi mencoblos di TPS karena merasa jenuh dengan pelaksanaan pemilu.
Pada bulan Februari 2024 masyarakat harus mencoblos 5 surat suara sekaligus, yakni memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabuapten. Kemudian disusul di bulan November 2024 pemilihan kepala daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Pelaksanaan yang dilakukan secara berdekatan ini mengakibatkan tidak cukup waktu masyarakat untuk mengamati satu persatu calon perwakilannya di legislatif dan calon pemimpinnya dengan baik.
Uji materil yang diajukan oleh Perludem adalah Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU Pilkada. Dalam putusan MK diperintahkan bahwa "Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional".
Pemerintah sampai saat ini masih mencari formulasi yang tepat dalam proses penyelengaraan pemilu yang efektif dan efisien untuk menjaring pemimpin yang benar-benar memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk memimpin negeri ini. Bukan pemimpin yang dihasilkan dari hasil money politik dan popularitas semata. Dengan adanya jarak waktu dua sampai dengan dua setengah tahun itu diharapkan partai politik mempunyai waktu yang cukup untuk menyiapkan kader-kader nya untuk maju dalam pemilu lokal dan fokus terhadap isu-isu lokal yang di hadapi di setiap daerah masing-masing dan bukan hanya fokus isu-isu nasional saja.
Pemilu pada tahun 2024 secara serentak memang perlu dilakukan evaluasi secara besar-besaran. Sebab dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan, diantaranya adalah pelaksanaan pemilu secara serentak atau yang biasa dikenal oleh masyarakat dengan kata "pemilu 5 kotak" yang mengakibatkan masyarakat bingung untuk mengenali visi misi dari masing-masing kandidat, sehingga masyarakat dalam memilih cenderung formalitas tanpa mempertimbangkan background masing-masing calon serta pengalamannya di kancah politik.
Pasca pelaksanaan pemilu dan pilkada secara serentak kemarin masyarakat banyak yang berkomentar di sosial media yang memilih calon anggota legislatif hanya karena kecantikannya di foto bukan berdasarkan pengetahuan yang mendalam akan visi misi calon tersebut. Hal itu menandakan bahwa masyarakat belum mendapatkan edukasi politik dengan baik. Selain itu, petugas dalam mendistribusikan dan selama proses penghitungan banyak yang jatuh sakit di keesokan harinya dan bahkan sampai ada yang meninggal karena beban pekerjaan yang sangat banyak yang dimulai pagi hari hingga keesokan harinya.
Putusan MK kami rasa sangat progresif akhir-akhir ini, kami merasa bahwa MK sedang berusaha mengembalikan marwah MK kembali sebagai the guardian of constitution atau menjaga dan mengawal undang-undang agar tetap sesuai dengan konstitusi. Dengan adanya putusan tersebut di harapkan dalam pelaksanaannya partai politik memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri dan masyarakat mendapatkan edukasi politik yang cukup. Sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan edukasi politik setiap 5 tahun sekali saja.
Dalam putusan tersebut MK mengelompokkan menjadi pemilu nasional dan pemilu lokal, pemilu nasional terdiri dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI dan DPD RI. Sedangkan pemilu tingkat lokal adalah pemilihan kepala daerah tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan DPRD tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. Jika pelaksanaan pemilu nasional dilaksanakan pada tahun 2029, paling tidak pelaksanaan pemilu tingkat daerah akan dilaksanakan pada tahun 2031.
Jika pelaksanaan pilkada dilaksanakan pada tahun 2031 maka nantinya akan terjadi kekosongan jabatan di tingkat daerah, maka DPR dan pemerintah bisa menggunakan teknik rekayasa konstitusional (constitutional eingeneering). Tentunya dalam hal ini yang berwenang menentukan adalah lembaga pembuat undang-undang karena sifatnya open legal policy. Langkah yang bisa diambil misalnya menggunakan PJ untuk melaksanakan jabatan kepala daerah atau bisa dilakukan dengan cara memperpanjang masa jabatan untuk DPRD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun tentunya dalam hal ini perlu dirumuskan pelaksanaan secara teknis dengan mendetail. Jika tidak, maka hal ini justru hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Dalam penunjukan PJ harus melibatkan berbagai instansi misalnya PJ diusulkan oleh DPRD dan dilaksanakan secara transparan oleh kemendagri.
Maka PR kedepan untuk lembaga yang berwenang adalah mengkodifikasi atau membentuk omnibus law beberapa undang-undang misalnya uu pemilu, uu pilkada, uu MD3 dan lain sebagainya agar sinkron, sebab semuanya menjadi satu kesatuan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kepatuhan dan tindak lanjut dari putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024. Sebab putusan MK adalah final dan mengikat dan sifat putusannya adalah erga omnes yang artinya putusan tersebut mengikat dan berlaku bagi semua pihak, bukan hanya pihak yang berperkara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI