Mohon tunggu...
Hendri Bun
Hendri Bun Mohon Tunggu... karyawan swasta -

www.bunhendri.com; Co-founder PT Mitra Pembelajar; Berpengalaman 15 tahun di industri pelatihan; Points of You Practitioner Certification by POY Singapore; Training for Trainer MBTI by Edutraco; Becoming an Excellent Trainer by PT Mitra Pembelajar; Author ‘505 Game: Dinamika Kelompok untuk Membangun dan Membentuk Tim yang Solid’; Berpengalaman melakukan berbagai pelatihan dengan sejumlah tema: team building, supervisory-leadership, communication, coaching, dan writing; Introvert EKSTRIM yang sukses beradaptasi menjadi Ekstrovert

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukum Kekekalan Kebaikan

10 November 2011   06:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:51 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Sejenak kembali ke masa sekolah yuk. Dari sekian banyak mata pelajaran, ada satu yang tidak aku suka. Teman-teman tahu apa itu? FISIKA. Yahhh ... selain karena dia bersifat eksata yang notebene banyak rumus dan perhitungan, juga disebabkan karena dulu guru yang ngajar itu tidak asyik orangnya. Guru itu dikit playboy, jadi baik dan ramahnya sama murid cewek aja. Sedangkan kita yang cowok-cowok, sedikit merasa tersingkirkan karena sering dianggap penggangu saja hehehe ...

Dari sekian banyak rumus dan hukum fisika yang ada, satu hukum yang selalu nyantol di pikiranku adalah Hukum Kekekalan Energi. Secara bahasa ilmiah sih hukum ini berbunyi "Energi tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan". Tapi kalau mau disederhanakan, hukum ini mengatakan bahwa jumlah energi yang dikeluarkan adalah sama dengan jumlah energi yang dihasilkan. Jadi perubahan bentuk suatu energi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain tidak merubah jumlah atau besar energi secara keseluruhan. *Lhoo ... perasaan bukannya tambah sederhana yah, malah tambah mumet hehehe ...*

Pokoknya intinya begini deh. Kita ambil contoh saja: misalnya kita berteriak. Aktivitas teriak itu khan aktivitas mengeluarkan energi. Lantas bukan berarti energi yang kita keluarkan untuk teriak itu sia-sia atau hilang begitu saja, tetapi dia bertransformasi bentuk menjadi suara atau bunyi, yang jika diukur [entah gimana dan apa alat ukurnya] jumlah energi yang kita keluarkan untuk teriak sama dengan jumlah energi bunyi atau suara yang dihasilkan. *Masihkah bingung? Hehehe ... semoga tidak yah :)*

Kejadian yang sama juga berlaku pada perubahan energi batu baterai menjadi terang sinar senter, tenaga drummer menggebuk drum setara dengan kencangnya bunyi drum yang dihasilkan, jumlah bensin yang dihabiskan sama dengan jarak tempuh sebuah kendaraan, hingga lampiasan emosi seseorang dalam bentuk bogem mentah setara dengan rasa sakit dari orang yang kena pukulan. Intinya: tidak ada yang hilang secara sia-sia atau percuma.

* * *

Kalau di dunia Fisika ada Hukum Kekekalan Energi [HKE], secara paralel sebenarnya dalam hidup ini ada sebuah hukum kehidupan juga yang dinamakan Hukum Kekekalan Kebaikan. Nah ... apalagi barang baru itu?

Hukum Kekekalan Kebaikan [HKK] prinsipnya sama juga dengan HKE. Proses kerjanya juga sama, yaitu secuil perbuatan kebaikan yang pernah kita lakukan tidak akan berlalu dengan sia-sia juga. Dengan kata lain semakin sering kita melakukan kebaikan pada orang lain, maka jumlah kebaikan yang akan kita terima dari orang lain juga semakin banyak. Demikian juga sebaliknya.

Hanya bedanya dengan HKE adalah masa proses itu terjadi. Kalau HKE, perubahan energi yang terjadi seketika itu juga, sedangkan di HKK tidak terjadi secara instan. Jadi sangat jarang sekali misalnya kita hari ini menolong orang lain, hari itu juga atau besoknya kita langsung menerima buah dari kebaikan kita. Prosesnya sangat misterius dan kita tidak bisa menebak kapan itu terjadi.

Seumpama kalau memang kita terima saat itu juga, bersyukurlah, karena memang itu sudah jatah dan bagian kita. Tapi kalau emang belum waktunya, janganlah ngomel, kecewa, marah, trus akhirnya tidak mau berbuat kebaikan lagi. Semuanya berproses. Bukankah ada istilah: Segala sesuatu pasti indah pada waktunya?

Yang sering jadi masalah khan banyak yang tidak mau mengerti dan maunya seketika itu juga menuai hasilnya. Sebuah budaya yang akrab disebut budaya instan. Memang sih sikap ini tidak bisa disalahkan, karena itu adalah kodrat alami insani. Tapi di sinilah justru kualitas dan mental kita diuji, apakah kita adalah insan yang berkualitas hebat atau justru orang memble alias tahunya cuma protes demi kepentingan pribadi semata.

Satu hal yang kadang tidak disadari adalah sering kebaikan yang kita lakukan hari ini tidak kita terima balasannya, bahkan sampai kita meninggal pun kita tidak terima. Lantas ke mana aja hasilnya? Apakah itu berarti teori HKK ini gugur? Kalau iya, sia-sia dong kita berbuat kebaikan. Jawabannya TIDAK. Lho kok bisa? Iya ... karena kerap semua kebaikan kita justru dinikmati keturunan kita alias anak-cucu kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun