Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kampanye Politik Merambah Sosial Media Apakah Merugikan?

14 Mei 2023   06:00 Diperbarui: 14 Mei 2023   06:10 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kampanye via media sosial (sumber: unair.ac.id/lensakaltara)

Menarik kiranya, apa yang tengah marak belakangan ini, ternyata banyak bermunculan di berbagai beranda media sosial. Gencarnya arus informasi yang berkaitan dengan para calon wakil rakyat (Celeg), hingga calon Presiden (Capres) kerap muncul sebagai konten utama. Apalagi hampir setiap waktu, konten bernada kampanye selalu terbuka dengan ragam judul yang menarik untuk dilihat.

Entah mempromosikan seorang tokoh terhadap kegiatan/aksi humanisnya kepada rakyat, ataupun melalui kebijakan-kebijakannya yang dianggap populis dan mementingkan rakyat banyak. Hal inilah yang secara tidak langsung memberi respon ketertarikan semu. Semacam naskah sinetron, yang tak kunjung usai, hingga masa pencoblosan tiba.

Inilah yang menjadi pertanyaan. Apakah memang kegiatan/aksi humanis yang dilakukan tersebut hanya untuk meraih dukungan? Ataukah para kandidat tengah berupaya mencari simpati, yang kadang jauh di luar wilayahnya. Patut dipahami, bahwa kanal media kini telah menjadi area dialog terbuka. Dengar ragam narasi yang dikemukakan melalui kolom komentarnya masing-masing.

Selain masif dengan berbagai tujuan politis. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kemudian dampak sosial seketika terjadi dalam wujud serupa. Yakni secara "latah" merepost konten politis atas kepentingan pribadi yang pragmatis. Demikian kiranya, seperti yang pernah dikemukakan oleh Mochtar Lubis, sebagai bagian dari ciri berkarakter lemah.

Apalagi jika dikaitkan dengan sikap feodal, yang menjadi lawan terhadap konsep demokrasi. Seketika jika kita melihat konten dengan narasi yang cocok ataun dianggap sesuai, secara tidak sadar kita turut menyebarluaskannya kepada orang lain. Inilah yang membuat media sosial kerap menampilkan sebuah wacana yang sama. Dengan tokoh dan narasi yang sama pula, selama beberapa waktu.

Seakan ada upaya, dalam uji pengetahuan publik terhadap penokohan dari para kandidat yang ada. Seberapa viral dan seberapa baik persepsi publik melihat apa yang telah dilakukannya. Entah melalui analisis voter, followers, ataupun komen dari para penontonnya. Hal ini dapat dijadikan bahan analisis untuk menilai secara kalkulatik peluang dari para kandidat.

Tentu dengan memberdayakan para konten kreator hingga buzzer. Bahkan para simpatisan yang terlibat secara langsung dalam upaya sosialisasi konten dari para tokoh tersebut. Sampai disini, kita dapat mengabstraksikan sebuah projek besar bernada politis melalui kanal media sosial. Lantas, bagaimana dengan nasib konten kreator lainnya?

Dimana mayoritas dari para konten kreator memiliki orientasi ekonomi, dengan pemanfaatan media digital. Digitalisasi kampanye secara tidak langsung tentu membuat para konten kreator non-politis kehilangan area berkreasinya. Tentunya dengan kekhawatiran terhadap area publik yang dipolitisasi oleh kelompok tertentu, dengan kepentingan pribadi dari para calon yang diusungnya.

Namun, hal ini secara tidak langsung memberi efek negatif bagi para pelakunya. Memonopoli media sosial sebagai arena politik, tentunya dapat membuat jenuh para pemirsanya. Narasinya biasanya hanya terkait dengan kinerja-kinerja, dengan tidak menyentuh area kebijakan yang relevan untuk dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

Mengenai realita ini, patut kiranya dapat dipahami sebagai sisi non produktif dalam kampanye politik. Walau belum dapat ditelaah lebih rinci dalam skala ekonomi dan sosial, serta reaksi dari para konten kreator pada umumnya. Dengan realitas yang dapat ditinjau sendiri di berbagai media sosial kita, apakah konten-konten bernarasi kampanye politis kerap muncul pada beranda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun