Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Fobia Perda Syariah

24 April 2017   12:59 Diperbarui: 19 November 2018   16:27 2240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gedung Mahkamah Agung (kompas.com)

Tetapi tidak semua Jarimah, ada tiga lagi yaitu: pelecehan seksual dan pemerkosaan serta Qadzaf. Mungkin karena dua Jarimah itu berbahasa Indonesia, dianggap tidak keren. Tidak ada satupun dari sembilan Perda usulan kelompok ini yang lahir dari gagasan murni dan baru. Semuanya utuh menjiplak dari Qanun Jinayat Aceh.

Alasankedua, dikaitkan dengan konteks Aceh, seluruh Jarimah itu dimasukan kedalam satu Qanun (Perda) yang disebut Qanun Jinayat atau Perda tentang Hukum Pidana Islam.  Semacam aturan perundang-undangan khusus diluar KUHP. 

Sebelumnya beberapa Jarimah itu terpecah menjadi beberapa Qanun. Tapi kemudian pada tahun 2014, Qanun lama dicabut. Diantaranya Qanun Khamar (12 tahun 2003); Qanun Maisir (13 tahun 2003) dan Qanun Khalwat (14 tahun 2003).  

Sementara kelompok HTI, FUI dan FPI memecah kembali jarimah dalam beberapa Perda. Dan lucunya, Perda yang terpecah itu disebut sebagai Qanun Jinayat. Padahal Qanun Jinayat adalah satu kitab kodifikasi yang menghimpun semua Jarimah.  Pemerintahan Aceh sudah lebih maju dalam penerapan, sementara pemerintahan DKI Jakarta didorong untuk mundur ke belakang.

Alasan ketiga, Pemerintahan Aceh relatif lebih maju dalam penerapan Syariat Islam ketimbang kelompok HTI, FUI dan FPI. Nampak dari dua perda usulan HTI, FUI dan FPI yakni Perda Wilayatul Hisbah dan Perda Uqubat Cambuk

Di Aceh sendiri tidak pernah ada Qanun seperti ini. Wilayatul Hisbah atau Polisi Syariah dibentuk bukan dengan Qanun tapi Keputusan Gubernur NAD. Dan semua terangkum dalam Qanun Aceh No. 7 tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat. 


Selain dari pada itu Perda Uqubat Cambuk menjadi bahasa hukum yang aneh. Sebab perihal pemidanaan menjadi judul Perda. Pemidanaan di Aceh sendiri bunyinya” Uqubah Hudud berbentuk cambuk”. Jadi pemahaman kelompok  HTI, FUI dan FPI tentang hukum pidana Islam (Jinayah) masih dangkal.

Alasan keempat,  Ini yang paling krusial. Kelompok  HTI, FUI dan FPI menjiplak ketentuan “Perda Syariah” murni dari Aceh untuk diterapkan di DKI Jakarta. Padahal penggunaan Syariat Islam di Aceh yang antara lain dapat menerapkan Jinayah (hukum pidana Islam) tertuang dalam Pasal 125 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2006. Kutipannya “Syari’at Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ibadah, ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah(hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam

Sebelumnya telah ada Undang-undang yang memberi kewenangan Aceh secara khusus yaitu UU Nomor 44 tahun 1999 dan UU Nomor 18 Tahun 2001. Jadi semua Qanun (termasuk yang berisi Jinayat) di Aceh,  konsideran atau cantolan hukum dasarnya penggunaan 3 (tiga) undang-undang di atas.

Lantas DKI Jakarta? Baik UU Nomor 29 tahun 2007 (sebelumnya UU Nomor 34 tahun 1999) tentang DKI Jakarta tidak memberi kewenangan khusus pemerintah daerah DKI Jakarta untuk menggunakan Syariat Islam seperti di Aceh. Jadi kalau ada Perda, anggaplah Perda tentang Musahaqah (Lesbian) di DKI Jakarta, dalam konsiderannya menggunakan undang-undang apa? Disinilah keteledoran kelompok  HTI, FUI dan FPI dalam memahami hukum di Indonesia.

Nah, diluar itu memang ada “Perda Syariah” yang tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Makanya saya beri tanda petik. Tepatnya Perda yang bernuansa Syariah (hukum Islam). Sampai saat ini sudah ada lebih 300an Perda dari 38 Kabupaten/ Kota di Indonesia yang melahirkan “Perda Syariah”. Kita mau fobia atau tidak, menolak atau tidak, faktanya di Indonesia telah ada, berlaku “Perda Syariah”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun