Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Karena DPKTb, Pilpres Harus Diulang ?

16 Agustus 2014   05:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:25 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapakah pihak yang punya wewenang, untuk memutuskan norma hukum tertentu telah melanggar konstitusi atau tidak. Jawabnya: Mahkamah Konstitusi. Sepanjang MK tidak mengeluarkan putusan bahwa penggunaan DKTb dalam Pilpres melanggar konstitusi, maka selama itu pula, ketentuan ini sah secara hukum.

Justru sebaliknya, peraturan KPU No 26 Tahun 2013 yang memasukan katagori DPKTb, adalah merujuk pada putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009. Latarbelakangnya: Pada Pilpres 2009, ada sekitar40 juta-an penduduk yang tidak masuk dalam DPT, dan tidak dapat menggunakan hak pilihnya.Saat itu KPU dan Pemerintah berpedoman pada syarat formil dan alasan administrasi.Namun pendapat MK saat itu, tidak bisa karena alasan admistrasi dan prosedur (hukum formil) , hak konstitusional warga menjadi hilang. Singkatnya, dimasukannya katagori DPKTb justru untuk mewadahi hak konstitusional warga. Bukan sebaliknya.

KEBERADAANN DAN PENGGUNAAN DPKTB TIDAK SAH

Dengan alasan bahwa katagori DPKTb, dan DPK tidak tercantum dalam UU No. 42/ 2008 tentang Pilpres. Sekali lagi, siapakah pihak yang berwenang menyatakan bahwa Peraturan KPU dianggap sah atau tidak sah?. Baik sebelum maupun sesudah Peraturan KPU diketuk palu, ada peluang untuk membatalkannya. Pada tahap sebelum. Prosedur pengesahan peraturan ini melalui jalan yang panjang, untuk meminta pendapat semua pihak. Jadi bukan kewenangan KPU sepihak. Sebelum Peraturan ini disahkan, KPU berkonsultasi dengan Pemerintah dan DPR. Lalu mengapa wakil rakyat yang ada di DPR saat itu tidak mempermasalahkannya? Peraturan ini dibuat pada bulan Desember 2013. Tak cukup hanya itu. KPU juga melakukan konsultasi publik dengan mengundang para stakeholder dalam mensosialisasikan peraturan KPU sebelum disahkan. Tak cukup hanya itu, KPU harus menyerahkan peraturan tersebut ke Depkumham (baca: pemerintah) untuk dimintakan persetujuan.

Dengan begitu, mempermasalahkan Peraturan KPU, sama saja artinya menuduh KPU, DPR, Pemerintah dan Masyarakat telah bersengkongkol melakukan tindak kecurangan. Naif !. Karena semua pihak inilah yang turut serta dan terlibat hingga lahirnya Peraturan KPU.

Bila dianggap juga tidak puas. Masih ada peluang untuk membatalkan peraturan itu, baik meminta fatwa ke MA atau mengajukannya ke PTUN. Tak pernah ada upaya ini sebelumnya, hingga perkara DPKTb dipermasalahkan di sidang MK.

Adakah pelanggaran administrasi sejenis, yang kemudian MK membatalkan keputusan KPU dan memerintahkan PSU. Pernah !. Salah satu diantaranya Perkara PHPU Pilkada Yapen, Papua tahun 2010. Seorang pasangan kandidat Bupati dicoret oleh KPU setempat karena dianggap tidak memenuhi syarat administrasi. Akibatnya dia tidak bisa menjadi peserta Pilkada. Karena dianggap curang, pihak ini mengajukan ke PTUN atas putusan KPU tersebut. Hasilnya putusan PTUN mengabulkan gugatan, dan membatalkan putusan KPU. Oleh KPU, putusan PTUN tersebut diabaikan karena alasan tahapan sudah terlewati. Peristiwa ini kemudian diajukan oleh Bakal Calon (disinilah awal bakal calon dapat menjadi legal standing) ke MK. Dan hasilnya, dengan selembar alat bukti putusan PTUN, akhirnya MK memerintahkan Pilkada ulang dengan mengikutsertakan pemohon.

Maksud saya, ruang dan mekanisme pengajuan keberatan dalam sistem hukum kita terbuka lebar. Dan hal itu seharusnya ditempuh terlebih dahulu sebelum akhirnya mengajukan ke MK sebagai peradilan akhir. Termasuk pelanggaran administrasi (jika dianggap DPKTb adalah pelanggaran administrasi) harus ditempuh jalur ke PTUN sebelumnya. Bukan setelah terlambat dan kasep, baru berteriak kesakitan.

Sumber bacaan:

1.Risalah sidang PHPU Pilpres di MK tanggal 6 Agustus 2014;

2.Risalah sidang PHPU Pilpres di MK tanggal 8 Agustus 2014;

3.Risalah sidang PHPU Pilpres di MK tanggal 11 Agustus 2014;

4.Risalah sidang PHPU Pilpres di MK tanggal 12 Agustus 2014;

5.Risalah sidang PHPU Pilpres di MK tanggal 13 Agustus 2014;

6.Risalah sidang PHPU Pilpres di MK tanggal 14 Agustus 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun