Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menghadapi Korban Hamil karena Pelecehan Seksual, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

6 Desember 2021   17:38 Diperbarui: 6 Desember 2021   17:38 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jangan diam untuk menyuarakan ketidakadilan (sumber: pexels.com/Rodnae Production)

Orang mengaku salah, wajib dimaafkan. Orang mengaku dosa, ada pintu pengampunan. Artinya, jangan yang sudah salah tadi, lantas dibiarkan kembali berada di jalan yang salah. Sudah salah, mengambil tindakan yang salah pula. Salah berlipat ganda.

Konkretnya, wanita hamil di luar status perkawinan yang sah adalah salah. Terlebih jika kehamilan itu dilakukan akibat perbuatan secara sadar oleh dua insan yang sama-sama sudah dewasa.

 Ada hukum negara yang mengaturnya, bisa menjerat kedua pasangan ini. Begitupun dengan menggugurkan janin, aborsi, juga menjadi perbuatan yang diancam pemidanaan.

Sama juga dengan hukum agama. Sudah berdosa melakukan hubungan terlarang, masih juga mau membunuh bakal manusia yang baru. Makin bertumpuk pelanggarannya.

Stop Perulangan Kasus

Kasus NW, bisa jadi salah satu puncak gunung es. Ada pelecehan seksual, tindakan pemerkosaan, dan si pelaku enggan bertanggung jawab. 

Si korban justru diminta (dipaksa) menggugurkan janin kala ia meminta pertanggungjawaban pelaku. Pelaku justru berusaha mengamankan diri, menjaga nama baiknya dan keluarga.

Korban pada akhirnya hanya menjadi pihak penanggung malu dan rasa bersalah. Hidup tak lagi tenang, terkucilkan (mengucilkan diri), malu, depresi, mendapat sanksi moral dan sosial.

NW sudah tenang di alam kehidupannya. Kasus seperti ini jangan terus ada perulangan. Teruslah bergerak dan bersuara melawan ketidakadilan. Tapi tak perlu juga menjadi “tuhan” atas nama sesama. Tak usah menjadi hakim yang merasa paling bisa menjadi peng-adil.

Lebih baik, bantu mereka yang berada dalam posisi tertekan dan butuh pendampingan. Dukungan mental, moral, dan spiritual (juga bantuan tindakan hukum) jauh lebih berarti bagi pemulihan diri si ‘korban’.

Hendra Setiawan

6 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun