Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Foto "Cantik" dalam Bermedia

3 April 2020   17:45 Diperbarui: 3 April 2020   18:01 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: lawjustice & riau online

Sengaja?

Kaum wanita memang kerap menjadi daya tarik ilustrasi pemberitaan dan advetorial (iklan). Coba ingat, berapa kali media memakai terminologi kata 'cantik' sebagai bumbu headline-nya. Entah itu bernada positif ataupun negatif.

Misalnya pengusaha cantik yang berhati mulia, karena mempekerjakan difabel untuk mendukung perusahaannya. Sebaliknya, ada wanita cantik terlibat sindikat penipuan, jadi kurir narkoba dan sebagainya.

Iklan permen, mobil, rumah, dan sebagainya. Perempuan kerap menjadi bintang utama.

Seksisme dalam bermedia hampir pasti ada dalam setiap masa. Tafsir itu tentunya bisa jadi bahan diskusi yang panjang. Tapi tulisan ini tidak mengarah ke sana. Ini hanya untuk melatih kesadaran bermedia. Kritis dan aktif.

***

Tentu ilustrasi yang ditampilkan di atas tidak salah sepenuhnya. Ada kata perawat. Jadi yang dicari sang ilustrator adalah foto perawat.

[Duh, enaknya awak kerja media non konvensional, online zaman now.... Tinggal klak-klik, beres perkara....]

Baiklah, akan kita bedah saja (ah, kayak dokter saja, hehe...) gambar yang membikin orang jadi terngiang-ngiang ini a la Detektif Foto :P

sumber: lawjustice
sumber: lawjustice
Saling mengambil. Ya, begitulah kira-kira kerja jurnalis jaman now. Situs pada gambar sebelah kanan mengambil sumber dari laman situs lain pada gambar sebelah kiri. Sementara situs yang jadi rujukan itu, sebenarnya, pasti mengambil dari sumber lain, tapi bukan yang asali tentunya.

Artinya, sumber pertama dari mana foto itu berasal, menjadi kabur. Tidak jelas lagi. Karena sudah sampai pada tangan ke sekian. Dan, cukuplah bagi yang terkemudian menuliskan sumber asalnya tadi. Tak salah mutlak secara aturan untuk menulis sumbernya, kan? Tidak ada klaim kepemilikan dari yang terakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun