Mohon tunggu...
Hendarta
Hendarta Mohon Tunggu... www.keterampilan.com

Konsumen sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cepen: Ensiklopedia Kesalahan Umum

23 Juli 2025   17:40 Diperbarui: 21 Juli 2025   16:56 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Prolog:
Dalam suatu masa ketika kebenaran bersembunyi di balik jubah retorika, dan kebodohan berdansa di ballroom-ballroom megah, hiduplah seorang lelaki yang terlalu paham akan kata. Ia mengumpulkan dusta-dusta anggun yang terserak di salon, gereja, dan balai pemerintahan—lalu menyusunnya dalam peti mati berlabel "pengetahuan". Inilah kisah ensiklopedianya yang beracun, cermin retak bagi zaman yang gemar menipu diri...

"Tahukah kau?" seru Ignace Vérité, matanya menyala bagai bara dalam kegelapan perpustakaan. "Bahwa bumi ini datar? Bahwa kentut kuda nil menyembuhkan melancholia? Bahwa wanita bermata biru pasti penyihir?" Ia menyeringai, jari-jarinya yang bertinta menari di atas setumpuk naskah. "Tidak? Tapi mereka—para bangsawan berotak kapas itu—percaya! Aku hanya mencatat keburukan zaman ini dalam alfabet..."

Lembar demi lembar terisi. Ensiklopedia Kesalahan Umum tumbuh seperti jamur di kayu lapuk. Ignace, sang cendekiawan terbuang, menyusun entri dengan gaya bedah patologi:

“Air Mata Buaya: Cairan Kesucian Palsu”
Lihatlah politikus berpidato tentang nestapa rakyat saku mereka menggumpal emas. Perhatikan pendeta menangisi dosa umat sementara gundiknya menunggu di vila. Air mata mereka lebih murah dari bir taverna—dan lebih memabukkan.

“Silsilah Biru: Dongeng Pengantar Rabun”
Bangsawan Baron de Menteur mengklaim darahnya bersumber dari dewa Romawi. Fakta? Kakeknya pedagang budak yang membeli gelar dengan uang haram. Darah biru? Lebih mirip noda anggur tua di kain lap.

Suatu senja, ia menulis entri “Ramuan Dewa Maut: Obat Para Bangsawan”—mengutuk Elixir Lethe, ramuan ajaib dari air arsenik dan gula yang dijual dukun berjubah akademisi. “Minum dua senduk, mati perlahan dengan senyum,” tulisnya sarkastik.

Keesokan hari, teror menyapa. Seorang ibu—Madame Sylvie—berdiri di pintunya, mata sembab, mengguncang botol Elixir Lethe. “Dokter bilang anakku sakit paru! Tapi Duke de Charlatan bilang ini obat dewa! Ensiklopedia Tuan menertawakannya... mana yang benar?!”

Ignace membeku. Di halamannya sendiri tertulis: “Hanya idiot yang percaya racun bisa menyembuhkan.” Tapi air mata Madame Sylvie bukan dusta salon. Ini nyawa bocah lima tahun.

Saat memeriksa entri tentang Elixir Lethe, Ignace menemukan kesalahan fatal—ia sendiri keliru menyebut komposisi ramuan! Dosis mematikan yang ia kutip justru separuh dari yang tercatat dalam jurnal medis rahasia. Karyanya sendiri adalah entri pertama dalam ensiklopedia dustanya.

Ignace membuntuti Madame Sylvie. Di gubuknya, bocah bernama Jules demam menggigil. Ibu itu hendak menuangkan Elixir ke mulut anaknya. “Stop!” teriak Ignace merebut botol. “Ini racun! Aku... aku yang menulis kebohongan itu!” Pengakuan itu pahit seperti empedu.

Kabar tindakannya menyebar. Baroness Céleste—wanita paling diolok-olok dalam entrinya—mengundang Ignace ke pesta. “Ensiklopedia Tuan jenius!” serunya. “Kau mengajari kami bahwa kebenaran itu relatif! Bahkan kesalahan pun bisa menjadi seni!” Para tamu bertepuk tangan. Satirnya dikuduskan menjadi filsafat absurd.

Di puncak penderitaan, datang. Ignace duduk di perpustakaan, memandang naskahnya. Entri-entri yang dulu ia tulis dengan kebencian, kini terasa kosong. “Mungkin Baroness benar,” bisiknya. “Mungkin dusta yang dirayakan bersama lebih membahagiakan daripada kebenaran yang menyendatkan...”

Ia meraih pena. Di halaman baru, ia menulis:

“Kegelapan yang Tersusun Rapi: Ensiklopedia Vérité”
Penulis terkutuk ini akhirnya paham: kebenaran terlalu dingin untuk dunia yang gemar berbohong demi kehangatan. Maka ia memilih diam. Biarkan dusta-dusta bermata berlian terus menari. Mereka lebih indah.

Tetapi tangannya bergetar. Di cermin, ia melihat bayangan Jules—bocah yang selamat karena satu kebenaran yang ia ucapkan. Pena jatuh. Api unggun menyala di perapian.

Asap membubung membawa lembar-lembar Ensiklopedia Kesalahan Umum. Ignace memandang huruf-huruf yang mengerang dalam api. “Aku bukan pahlawan,” gumamnya. “Hanya pengumpul dusta yang akhirnya termakan dustanya sendiri.” Di luar, salon-salon tetap berkilau. Kabut dusta abadi.

-Tamat-

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun