Mohon tunggu...
Henda Febrian Egatama
Henda Febrian Egatama Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia biasa yang dikasihi-Nya

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tentang "Rahmat" - Bagian 2

18 Januari 2021   21:53 Diperbarui: 18 Januari 2021   21:54 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

(lanjutan dari tulisan sebelumnya.)

Beriman bukanlah sekadar memeluk keyakinan tertentu atau mengetahui ajaran/doktrin atau melakukan serangkaian ritual/ibadah dan berbagai aktivitas (nampak) rohani.
Bukan juga, "Oh iya, aku memang berdosa, tapi enggak dosa2 amatlah, aku selalu berusaha berbuat baik, tidak melakukan larangan-Nya, dan selalu berusaha melakukan perintah-Nya, yaitu mengasihi Dia dan sesama."

Beriman adalah "Aku orang berdosa, tidak ada satu bagianpun dari diriku yang memungkinkanku menjadi layak menikmati surga-Mu yg mahasuci. Tidak ada satupun usaha saleh/taqwaku yg memungkinkanku menghapus dosa dan mencapai standar kesucian-Mu...

...Hanya rahmat-Mu yg memungkinkanku lepas dari hukuman kekal. Maka, saat ini juga aku mengambil keputusan untuk mengakui dosaku, menyerahkan remuk dosaku pada Juruselamat yang telah mengurus lunas hutang dosaku di kayu salib, dan kini hidupku sepenuhnya ditangan-Mu, Tuhanku."

Rahmat Allah yang sejati tidak pernah berlawanan/berkontradiksi dengan keadilan-Nya. Allah yg penuh rahmat tidak mungkin mengingkari hukum yg telah ditetapkan-Nya sendiri yaitu hukuman kekal bagi pendosa.

Jika di dunia saja kita tak bisa mentolerir hakim sekaligus pembuat kebijakan yang sekonyong2 meniadakan hukuman atau membebaskan seorang pembunuh berantai dari vonis karena permohonan maafnya, bagaimana kita bisa mentolerir Sang Mahaadil, Allah, melakukan hal serupa dengan sekonyong2 mengampuni pendosa yg hanya memohon ampun lalu meniadakan hukuman yg telah ditetapkan-Nya sendiri?

Rahmat dan keadilan Allah hanya dapat bertemu dalam salib Sang Mesias, Tuhan Yesus Kristus. Dalam natur-Nya sebagai manusia, Dia mengalami kematian demi memikul dosa kita, sekalipun tidak dalam natur-Nya sebagai Allah, Sang Firman. Hukuman tetap dilaksanakan-Nya, itulah keadilan, tetapi Kristuslah yang menanggung hukuman itu bagi kita, itulah rahmat.

Rahmat Allah bersifat universal artinya tidak dibatasi hanya untuk kalangan/kepercayaan tertentu. Begitu juga Injil (pesan tentang rahmat Allah) sifatnya universal, ditunjukkan dengan isinya:
1. Kabar buruk: SEMUA orang berdosa,
2. Kabar baik: rahmat Allah berlaku bagi SEMUA orang berdosa yang mau beriman dengan benar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun