Matahari berangsur bergerak pelan menuju barat. Suhu yang hangat sekaligus bersahabat bagi mereka yang masih berkeinginan bermain atau sekedar menghabiskan waktu. Terlebih menikmati momen summer ditengah padang sabana seluas 5 hektar.
Tampak sepanjang mata memandang kearah timur nagari Cheduge, sekelompok anak, pemuda, dewasa dan juga orang tua ikut tumpah ruah di sabana Elea. Sabana yang menurut penduduk nagari Cheduge menjadi saksi mata perang suci ke-3, perang kemenangan bangsa AL untuk kali pertama. Sabana dimana tanahnya disuburkan oleh darah ksatria, dicukupkan paparan sinar matahari dari Tuhan.
"Ayolah, kemarilah ikut berlomba denganku dan Choco!" ajak Pepe kearah Saga.
Pepe. Gift Master AL, remaja tanggung 15 tahun, berperawakan gemuk, berkulit nyaris hitam kelam, berambut gimbal.
Choco. AL berjenis Tikus. Entah mengapa disebut Choco. Mungkin jika Pepe kelaparan. Choco bisa jadi kudapan chocolate paling dekat dan dirasa paling nikmat.
Menjadi hal yang umum dan biasa di nagari Cheduge. Penduduk berkawan erat dengan binatang. Bukan sekedar binatang, namun juga sebagai teman berperang dan tentunya simbol prestise bagi empunya, sang Master AL.
Saga menengok dengan mimik muka malas, dilihatnya Pepe tengah bersama Choco bermain mini tinju - 2 paku ditancapkan ke tanah, karet gelang dihubungkan diantara paku, diselipkan 2 semak yang kemudian diibaratkan petinju, digosok-gosok batu tepat diatas paku, sehingga menimbulkan efek kinetik berupa gerakan gulat.
"Apa yang kau pikirkan, Saga?" Tanya Pepe seraya mendekat meninggalkan Choco yang kebingungan. Jenuh karena ia menang untuk kelima kalinya melawan Choco.
"Entahlah." Timpal Saga pendek.
"Bosan aku dengan jawaban khas itu." Gerutu Pepe sambil merobek satu bungkus roti. Membukanya kemudian dibagi antara Ia dan Choco. Manis sekali pertemanan mereka.
"Aku hanya berpikir, kapan perang suci berakhir?" Lagi dan lagi pendek Saga menjawab.