Mohon tunggu...
Helmi Ismail
Helmi Ismail Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Penulis lepas berdomisili di Bandung, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seni Rupa: Pemahaman Umum

24 Oktober 2021   20:17 Diperbarui: 24 Oktober 2021   20:18 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berdasarkan pandangan umum, kita dapat memandang seni rupa merupakan wahana kreasi yang melibatkan pengolahaan berbagai objek perupaan sebagai suatu upaya pengekspresian diri, pemaparan ide dan penyampaian pesan. Dalam penyampaiannya, melibatkan unsur pembangunan keindahan yang dapat menyentuh persepsi dan rasa. 

Selama proses pembuatan suatu karya seni rupa, seorang seniman mencoba membangun nilai keindahan dengan mempersepsi lingkungan sekitarnya dengan diikuti oleh keterkaitan rasa dan emosi dalam dirinya sehingga dalam proses tadi seorang seniman tidak hanya melakukan pengolahan dan penataan bentuk yang kosong saja bahkan untuk jenis karya seni rupa yang umumnya dipandang hanya dari perupaannya saja.

  • Seni rupa dapat diartikan sebagai suatu nilai keindahan yang terbangun dari berbagai penciptaan karya seni rupa. Selama pengolahan perupaan dilakukan, seorang seniman mencoba untuk menelusuri, bereksperimen, dan mengolah beberapa tampilan visual pada suatu karya seni rupa.  Upaya tadi merupakan suatu  rangkaian proses penelusuran dan penyusunan nilai-nilai keindahan. Dalam memaknai nilai keindahan pada suatu karya seni rupa, kita mungkin memerlukan beberapa perangkat pengkajian yang dapat melingkupi berbagai kecenderungan yang ada pada suatu karya seni rupa. Di satu sisi pemaknaan seni rupa sebagai suatu pengungkapan ide dan ekspresi, sehingga baik dalam proses pembuatan maupun setelah karya tersebut diapresiasi oleh orang lain suatu karya tidak hanya mengedepankan pengolahan bentuk natural dan realis saja. Sedangkan di sisi lain, seni rupa kadang tidak begitu banyak melibatkan dorongan rasa dan ekspresi.

Ragam pendefinisian tentang seni rupa berulang kali dikaji ulang oleh para ahli dengan membawa ragam perspektif mereka terhadap keindahan seni dari mulai Plato hingga sekarang. Beberapa contoh pendefinisan penting yang dilakukan dilakukan pada era modern disebutkan oleh Croce, Jung, Clive Bell, dan Arthur Danto. Croce (Archie L, & Archie JG, 2006: hlm. 352-353) menyebutkan bahwa karya seni merupakan suatu bentuk yang muncul berkaitan dengan visi dan intuisi seniman.

. . . As to what is art---I will say at once, in the simplest manner, that art is vision or intuition. The artist produces an image or a phantasm; and he who enjoys art turns his gaze upon the point to which the artist has pointed, looks through the chink when he has opened, and reproduces that image in himself. "Intuition," "vision," "contemplation," "imagination," "fancy," "gurations," "representations," and so on, are words continually recurring, like synonyms, when discoursing upon art, and the all lead the mind to the same conceptual sphere, which indicates general agreement.

Pernyataan Croce dimaknai oleh Archie L, & Archie JG (2006: hlm. 353) sebagai penguatan signifikansi intuisi yang mengesampingkan nilai fisik dari karya seni seperti warna dan ragam paduan komposisinya seperti yang biasa dikenal dengan prinsip desain visual dan unsur perupaan. Karya seni dianggap sebagai perwujudan hal yang diluar realitas atau supremely real. Berkaitan dengan keterlibatan intuisi yang menjadi penting dalam karya seni rupa, Jung memberikan pandangan tambahan dalam proses kreasi seni tentang collective unconscious. Collective unconscious memberikan kerangka gambaran kreasi seniman dalam simbolisasi dan personalisasi karya seninya. Primordial imaji atau archetype yang terendap dalam collective unconscious seseorang dapat muncul secara bebas selama proses kreasi yang kemudian dielaborasi menjadi ragam perupaan menerapkan pola penyimbolan yang berkaitan dengan bahasa atau familiaritas makna di masa kini.

The creative process, so far as we are able to follow it at all, consists in the unconscious activation of an archetypal image, and in elaborating and shaping this image into the nished work. By giving it shape, the artist translates it into the language of the present, and so makes it possible for us to nd our way back to the deepest springs of life.

Archie L, & Archie JG (2006: hlm. 416-417)

Pandangan yang berbeda muncul dari Clive Bell yang kemudian didukung oleh beberapa figur penting lainnya dalam kemunculan pergerakan Formalisme yang menyebutkan seni sebagai significant form.

Bell outlines a formalist theory based on his denition of art as "signicant form." True art, he believes, exhibits combinations of lines and colors which engender intellectual recognition and sthetic experience in persons of taste. The resultant sthetic emotion, he believes, is unique, morally transcendent, and independent of other kinds of human emotions. sthetic value in art, he argues, is based solely on the forms and relations, which evoke the ecstasic artistic response. These forms and relations seem to be a pure, simple quality intuitively known by the "rare gift of artistic appreciation."

Archie L, & Archie JG (2006: hlm. 383)

Bukan hanya permasalahan significant form yang membangkitkan aesthetic emotion dalam lingkup formal, Bell juga membedakan antara aesthetic beauty dan non aesthetic beauty yang kemudian hal ini berkaitan dengan permasalahan Taste. Aesthetic emotion biasanya termunculkan oleh formalitas keindahan namun dalam pendapat Bell, keindahan yang menyentuhnya dapat berbeda dari keindahan formal sampai objek yang secara normal dipandang tidak indah. "...The starting-point for all systems of sthetics must be the personal experience of a peculiar emotion. The objects that provoke this emotion we call works of art. All sensitive people agree that there is a peculiar emotion provoked by works of art." Archie L, & Archie JG (2006: hlm. 386).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun