Mohon tunggu...
Hellobondy
Hellobondy Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer, Blogger, and Announcer

A perpetual learner from other perspectives. Find me on IG : nindy.hellobondy Blog : Hellobondy.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan di Tengah Pandemi

30 Maret 2020   14:39 Diperbarui: 8 April 2020   09:29 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengasuh balita atau mengurus orang tua yang sedang sakit. Siapa yang lebih banyak memiliki beban? Yash perempuan. Belum lagi mendampingi anak-anak ketika mengerjakan pekerjaan rumah, peran ini biasanya dilakukan oleh ibu karena ayah masih harus tetap bekerja diluar.  Di sisi lain perempuan harus memutar otak lebih keras untuk mengatur pengeluaran yang semakin membludak.

Bisa dibayangkan tagihan listrik dan air yang akan meningkat karena intensitas yang semakin tinggi, belum lagi harga sembako dan kebutuhan sanitasi yang ikut meningkat.

 Bagaimana jika kebutuhan listrik dan air pun terhenti? Jelas ini akan menjadi masalah baru.

Sedangkan jika salah Ibu jatuh sakit, bisa sekeluarga menjadi "sakit". Di sini mengapa pentingnya pembagian tugas domestic tidak hanya dibebankan oleh satu pihak saja. Belum lagi kesehatan mental yang tidak bisa diukur.

Selain itu, kita pun tidak bisa mengabaikan para pejuang visa negara, perempuan pekerja migran. Bagiamana status hukum dan kesejahteraan mereka. Perempuan yang di pedesaan yang harus tetap berjuang mempertahankan tanah mereka serta perempuan di pesisiran.

 Kekerasan rumah tangga yang ikut meningkat di tengah Pandemi

Tidak, tidak semua kita beruntung  memiliki rumah dan keluarga yang bisa diandalkan. Tidak banyak yang merasa takut untuk berada di rumah.

Anak-anak sekolah dirumahkan, para pekerja kantoran harus menikmati WFH "Work from home", para freelancer senyum-senyum saja karena sudah "terbiasa". Di sisi lain, setiap orang mengambil "hikmahnya" bisa berkumpul dengan keluarga, belajar bersama, oh sungguh bayangan rumah tangga yang sepertinya indah. Tapi tidak semua orang merasa sama.

Rumah, dianggap tempat paling aman ternyata pun sarang dari kekerasan. Angka kekerasan rumah tangga terus meningkat setiap tahun, catatan Komisi Perlindungan Perempuan mencatat sebesar 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka 75% (11.105 kasus). Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua KtP di ranah komunitas/publik dengan persentase 24% (3.602) dan terakhir adalah KtP di ranah negara dengan persentase 0.1% (12 kasus). Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 4.783 kasus (43%), menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual sebanyak 2.807 kasus (25%), psikis 2.056 (19%) dan ekonomi 1.459 kasus (13%).

Di beberapa media online pun mencatat "Kekerasan berbasis gender cenderung meningkat selama keadaan darurat kemanusiaan dan konflik," demikian pernyataan WHO, seperti dilansir di the Guardian Sabtu (21/3).

Lembaga non-profit anti-KDRT dari Cina, Wan Fei, melaporkan Covid-19 memicu lonjakan signifikan kasus kekerasan rumah tangga. Selama Februari 2020, kantor polisi setempat mencatat adanya peningkatan pelaporan kasus KDRT sebanyak tiga kali lipat dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Dilansir dari republika.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun