Kita tidak terburu-buru untuk menikmati sajian atau harus mengendap di waktu-waktu tertentu. Kita terlalu bebas untuk berekspresi, bebas untuk berpikir, bebas untuk merasa, bebas untuk memilih. Namun, jangan sampai menjarah kenikmatan orang lain. Tantangan kita memerlukan referensi, mencari sesuatu yang belum selesai.Â
Kita perlu menganalisis hingga mencipta. Apabila hafalan cukup bagimu, tak ada bedanya kertas mati bersanding dengan tinta karena yang mati pun dapat melakukannya. Di saat-saat kesadaranku pulih, aku mulai mencari yang berguna dan bernilai. Kelahap tulisan-tulisan yang dahulu ada sebelum aku lahir.Â
Ku nikmati sebagian yang mampu kuterjemahkan dengan paham. Kuuraikan pertanyaan untuk ingin tahu yang tidak mampu dijawab oleh teks. Sebagai muda yang remaja, aku perlu untuk menulis. Menulis hal-hal yang mampu untuk dibaca oleh yang lain.
Tak juga dapat kusangkali bila aku sakit, pikiranku enggan menyentuh yang asing. Itu perlu, agar aku mampu mencari tahu yang mana obat agar aku sembuh kembali. Wajar bila aku tidak setuju dengan yang diungkap. Bahkan, sangat normal bila aku punya argumen yang lain. Karena dengan itu, aku boleh menyadari bahwa aku sembuh.Â
Aku mengingatkan diriku sendiri, bahwa aku harus menemukan kenikmatan dan bebas, tanpa harus melukai yang lain. Apa yang akan menjadi dasar bagi kelangsungan hidup bila tak pernah kusentuh pada yang asing untuk mengisi pikiranku.
Aku perlu membaca agar duniaku tidak hanya selaput yang menutup kedua mataku. Aku mampu untuk melihat masa-masa yang pernah ada, masa-masa yang mungkin akan ada.Â
Aku perlu membaca agar bisaku tidak dijarah oleh mereka yang telah sejak dahulu tekun untuk mengerjakan pikirannya. Aku bukan yang pandai dalam segala hal, aku hanya muda yang ingin belajar. Aku punya mimpi, ingin hidup dalam kenikmatan dan beba.Â