Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Keresahan atas Wacana Pemungutan PPN untuk Sekolah

13 Juni 2021   09:24 Diperbarui: 15 Juni 2021   09:00 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sekolah (Foto: KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG)

Untuk tingkat pendidikan tinggi, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Reformasi Bikrokrasi dan Pendidikan mengungkapkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia baru mencapai 34,58%. Ini berarti hanya 34,58% dari seluruh lulusan SMA/SMK yang mengikuti pendidikan tinggi.

Angka ini jauh tertinggal dari negara tetangga Singapura yang memiliki APK 78% dan Malaysia yang memiliki APK 32%. Ada 2 kemungkinan penyebab rendahnya lulusan SMA/SMK yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, yakni kendala biaya dan memilih langsung bekerja.

Kualitas Pendidikan Masih Rendah dan Tidak Merata

Tidak saja akses pendidikan yang tidak merata, kualitas pendidkan pun juga tidak merata. Kualitas pendidikan yang baik dijumpai terutama di pulau Jawa. Sedangkan untuk daerah di luar pulau Jawa, hanya beberapa daerah yang memiliki kualitas pendidikan yang baik. Akibat kejenjangan kualitas pendidikan ini, banyak lulusan SMA/SMK meninggalkan daerahnya untuk berkuliah di pulau Jawa.

Kualitas pendidikan antara sekolah negeri dan sekolah swasta juga tidak sama. Secara umum, sekolah-sekolah berkualitas baik kebanyakan merupakan sekolah swasta. Dari data Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), dari 100 SMA terbaik, sekitar 46% di antaranya adalah sekolah swasta.

Di sekolah-sekolah negeri, para guru cenderung tidak memiliki inovasi dalam mengajar dan menggunakan metode pengajaran satu arah. Hampir tidak ada ruang untuk mangasah soft skill bagi peserta didik, seperti kemampuan mengemukakan pendapat, berargumentasi, presentasi, dan lain-lain. 

Hal ini disebabkan karena kualitas guru yang relatif rendah dan jumlah murid yang banyak sehingga membuat guru sulit untuk memberikan perhatian kepada semua murid.

Hasil survei kualitas pendidikan negara-negara di seluruh dunia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan oleh The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), menunjukkan kualitas pendidikan kita jauh di bawah rata-rata. PISA merupakan tolok ukur kualitas pendidikan di suatu negara.

Survei yang dilakukan setiap tiga tahun sekali ini menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat sepuluh terbawah dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2015. 

Pada tahun 2018, Indonesia mendapat peringkat 6 terbawah untuk literasi, peringkat 7 terbawah untuk matematika dan 9 terbawah untuk sains. Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia berada jauh di bawah Singapura dan Malaysia.

Global Talent Competitiness Index (GTCI) yang dirilis oleh INSEAD (Institut Européen d'Administration des Affaires) menempatkan Indonesia pada peringkat ke-65 untuk tahun 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun