Mohon tunggu...
Hedy Lim
Hedy Lim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang pembelajar yang pernah mengajar untuk tambahan, lalu mengajar sebagai profesi dan mengajar sebagai panggilan. Apapun alasannya, selalu suka mengajar, dan sekarang (setidaknya menurut PLPG) adalah seorang guru profesional :p

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Satuan Pendidikan Kerja Sama

13 November 2019   12:05 Diperbarui: 20 November 2019   09:02 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang saya tahu, saya mendapat curhatan dari seorang siswa kelas 12 (yang memiliki rekor akademis selalu baik) kurikulum luar negeri, yang di sekolahnya mewajibkan mengambil mata pelajaran dua versi kurikulum (jadi mata pelajarannya, yang satu memakai kata bahasa Inggris dan satu lagi memakai kata bahasa Indonesia, seperti saya sebut di atas tadi ), dengan konsekuensi berada di sekolah lebih lama dari waktu yang (awalnya) distandarkan sekolah, dan perlakuan semua mata pelajaran tersebut konon sama (untuk menghindari "kasta" mata pelajaran), jadi tugas tumpuk sana tumpuk sini, si siswa pun pandai untuk "mengakali" saja, sikap yang penting kumpul tugas menjadi prinsipnya sekarang.

Guru konon hanya bisa kesal, mendapati siswanya "tidak mau belajar", pokoknya guru kasih materi dua bab bahan UNBK belasan halaman, kasih tugas BI merangkum artikel, kasih daftar materi ulangan semester, kasih dan kasih. Siswanya? Entahlah mungkin sudah muntah, sudah bodo amat, bahkan ketika ada guru yang kesal siswa tidak memperhatikan, dan berkata "jika kamu tidak mau belajar, silahkan keluar, tersisa dua siswa saja di dalam kelasnya karena mereka kegirangan boleh keluar. Atau tetap di kelas mengerjakan tugasnya dan belajar karena suka. Bisa saja.

Jadi..... rekan-rekan yang masih aktif dengan profesinya ini, mengajar di manakah kalian? Di sekolah Internasional "xyz" kah? Eh salah, di sekolah SPK kah? Bagaimana kurikulumnya? Menggunakan "Project based" kah?  Apakah siswa bebas memilih pelajarannya sendiri (di jenjang SMA)? Apakah masih menerapkan guru sebagai pusat pembelajaran? Apakah mengutamakan pendidikan karakter? Apakah pembinaan rohani dilakukan berkala? Apakah belajar di luar ruangan kelas / sekolah seimbang? Masih banyak "apakah" yang lain. Dengan tetap mengikuti UNBK, apakah tetap memberikan asupan pelajaran agar siswa siap duduk ujian? Dengan trial berkali-kali (atas nama pemantapan materi)? Apakah tetap simulasi UN beberapa kali walau tiap hari siswa menggunakan komputer dan bukan pertama kali UNBK? 

Harapan kita bersama, ke depannya, semoga makin menunjukkan transparansi hubungan antara UU ditetapkannya sekolah SPK dengan peraturan menterinya, dengan juklaknya, juknisnya, dan peraturan dinas pendidikan setempat.

Apalagi berdasarkan Permendikbud No. 31 Tahun 2014, SPK harus senantiasa berkolaborasi dengan pemerintah dalam hal pelaksanaan kebijakan (kebijakan tersebut tidak mungkin membuat siswa secara umum kesusahan kan? *Idealnya) maupun kontribusi dalam masyarakat pada umumnya untuk menciptakan generasi yang dapat menginspirasi dunia.

Demikianlah....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun