Rezeki berupa ridha Allah swt merupakan sempurnanya rezeki. Karena tidak semua makhluk Allah mendapatkan ridha-Nya. Ridha Allah hanya diberikan kepada hamba yang taat dan ikhlas kepada-Nya.
Demikian stratifikasi rezeki yang penting untuk dipahami agar kita tidak keliru hanya mengetahui dan meminta dengan mengira bahwa rezeki semata berupa "al maal" (uang, kendaraan, perhiasan,kendaraan, properti dan lain-lain) yang bersifat benda yang diidam-idamkan. Memahami konsep demikian juga agar setiap waktu kita bisa bersyukur sehingga kita menjadi "abdan syakuuron" (hamba yang pandai bersyukur). Dan seringkali manusia lalai terhadap rezeki yang diterima dan dirasakan, dan baru menyadari ketika rezeki itu hilang seperti orang yang merasakan pentingnya kesehatan justru setelah ditimpa sakit. Perilaku semacam ini dikritik oleh Syekh Ibnu Athaillah RA dalam Al-Hikam, ia berkata :
من لم يعرف قدر النعم بوجدانها عرفها بوجود فقدانها
Artinya, “Orang yang tidak menyadari kadar karunia Allah saat sedang menikmatinya, maka ia akan menyadarinya ketika karunia itu sudah raib.”