Hampir setiap orang pernah mengalami perlakuan tidak adil, entah disakiti, difitnah, atau direndahkan. Saat itu, emosi sering kali menguasai diri dan dorongan untuk membalas terasa kuat. Namun, Al-Qur'an mengajarkan cara yang lebih tenang dalam menghadapi kezaliman.
Dari penjelasan Tafsir Hidayatul Qur'an karya KH. Afifudin Dimyathi kita dapat memahami bahwa manusia memiliki enam anjuran sikap ketika menghadapi kezaliman mulai dari membalas dengan kemarahan hingga berbuat baik sebagai balasan. Setiap anjuran menunjukkan kedalaman iman dan kematangan hati seseorang.
1.Tidak semua hal bisa diselesaikan dengan amarah. Sebagaimana firman Allah:
Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan dengan cara yang lebih baik, maka orang yang memusuhimu bisa menjadi teman yang setia. (QS. Fuilat [41]: 34)
: .
KH. Afifudin Dimyathi menjelaskan, ayat ini mengajarkan cara elegan menghadapi orang yang berbuat zalim. Bukan dengan membalas luka dengan luka, tetapi dengan menampilkan akhlak yang lebih tinggi.
Sebab, membalas dengan amarah hanya memperpanjang rantai kebencian. Tapi ketika kita memilih sabar dan membalas dengan kebaikan, justru di situlah kekuatan sejati manusia tampak.
2.Hati Tidak Dendam karena Memaafkan.
Tidak mudah menahan amarah ketika disakiti. Tapi Al-Qur'an mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan pada kemampuan membalas, melainkan pada kemampuan memaafkan.
Allah berfirman (QS. Ali 'Imran [3]: 134):
(Yaitu) orang-orang yang berinfak di waktu lapang maupun sempit, yang menahan amarah, dan yang memaafkan kesalahan orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.
: [: ] : [: ].
KH. Afifudin Dimyathi menjelaskan, ayat ini dengan menggambarkan orang beriman yang mampu mengendalikan diri saat marah, bahkan memaafkan orang yang berbuat zalim kepadanya, padahal ia punya kesempatan untuk membalas. Inilah derajat akhlak tertinggi yang disebut ihsan membalas kejahatan dengan kebaikan.
3.Sabar atas perlakuan orang zalim.
Sungguh, jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An-Nahl [16]: 126)
.
Dalam ayat ini KH. Afifudin Dimyathi menjelaskan secara tegas untuk bersabar dan memaafkan, serta meniatkan pahala hanya untuk Allah, itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar, baik di dunia maupun di akhirat.
4.Membalas sebatas ucapan.
Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan) secara terus terang, kecuali oleh orang yang dizalimi. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nisa' [4]: 148)
.
Dalam ayat ini KH. Afifuddin Dimyathi menafsirkan bagi orang yang dizalimi diperbolehkan menyebut keburukan orang yang menzaliminya untuk menunjukkan bahwa ia telah dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan dengan keras serta Maha Mengetahui segala yang disembunyikan.
5.Membalas perlakuan orang zalim dengan yang semisal.
Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim. (QS. Asy-Syura [42]: 40)
: .
KH. Afifudin Dimyathi menjelaskan bahwa balasan terhadap kejahatan adalah setimpal dengan kejahatan itu sendiri tanpa berlebihan. Namun, barang siapa memaafkan orang yang berbuat jahat kepadanya dan membalas dengan kebaikan, maka pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang zalim yang menindas orang lain.
Ayat ini mengajarkan dua hal: pertama, membalas kejahatan dengan setimpal itu diperbolehkan, tetapi tidak boleh berlebihan. Kedua, memilih memaafkan dan berbuat baik kepada pelaku kejahatan lebih utama karena pahalanya langsung dari Allah. Sikap inilah yang menunjukkan kedewasaan moral dan ketakwaan.
6.Tidak bolehnya membalas berlebihan.Â
Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-baqarah [2]: 190)
: .
Penafsiran KH. Afifudin Dimyathi diatas "Wahai orang beriman, berperanglah demi membela agama dan menegakkan kebenaran terhadap musuh yang menyerang kalian. Namun, jangan memulai permusuhan, jangan membunuh orang-orang yang tidak terlibat dalam peperangan seperti wanita, anak-anak, orang tua, orang sakit, orang gila, atau yang sejenis, kecuali jika ada bukti jelas bahwa mereka membantu musuh. Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas."
Dari penjelasan KH Afifudin Dimyathi dapat dipahami bahwa berperang atau membela diri dari orang yang menzalimi diperbolehkan, tapi jangan melampaui batas. Jangan menyerang yang tak bersalah seperti wanita, anak-anak, orang tua, sakit, atau gila. Balasan harus seimbang, karena Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.
Prinsip ini tidak hanya berlaku dalam peperangan fisik, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Ketika menghadapi orang yang zalim atau menyakiti kita, balasan yang berlebihan justru termasuk perbuatan melampaui batas. Menahan diri, bersikap adil, dan membalas sesuai porsinya merupakan wujud ketaatan kepada Allah dan menjaga kehormatan diri. Dengan begitu, kita menegakkan keadilan tanpa terjebak pada dendam yang merusak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI