Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

HUT 77 RI: Kolonial dan Bahasa Isyarat di Negeri Kincir Angin

16 Agustus 2022   15:18 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:01 2068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan Aksara Lontara Bugis La Galigo tersebut, bahwa Belanda ingin katakan kepada dunia, bahwa belajar dan investasilah di Indonesia, disana ada jejak sejarah yang positif untuk bisa dijadikan acuan untuk maju dan berkembang.

Adapun makna kalimat tersebut bahwa, ia telah berkelana dan mengunjungi berbagai tempat atau daerah, namun belum pernah ia melihat keindahan seperti yang ada di Sulawesi. Kalimat ini penuh makna konstruktif untuk bangsa Indonesia dan dunia.

Karena yang tertulis adalah huruf lontara, maka dipastikan daerah yang dimaksud adalah Sulawesi Selatan, Indonesia. 

Pasti banyak tidak menyangka bahwa aksara Lontara Bugis La Galigo itu asalnya dari Indonesia. Pasalnya Lontara miliki aksara yang jauh beda dari Latin.

Hubungan sejarah panjang Indonesia-Belanda membuat setidaknya dengan karya sastra besar Indonesia terpampang megah di Belanda, negeri kincir angin yang merupakan sahabat Indonesia.

Sejatinya, ini adalah bentuk pengakuan Belanda akan keindahan dan kekayaan Nusantara. Pendeknya, potongan La Galigo tunjukan elemen moral keterpesonaan. Belanda jatuh cinta pada Indonesia, dan kita patut apresiasi itu. Artinya jangan lupakan sejarah.

Narasi dalam bentuk Lontara Bugis ini sebenarnya bisikan emosi Belanda yang tidak dapat terucapkan dan hanya melalui narasi seni lokal Nusantara yang dicat besar besar dekat perpustakaan kampus mereka di Belanda.

Sedikit tentang La Galigo, epik mitologi dari Sulawesi Selatan, menjadi naskah terpanjang di dunia dan sebagai Memory Of The World yang telah disahkan serta diakui UNESCO, dengan 13.000 baris teks dan 12.000 manuskrip folio.

Sebagai bukti dan fakta sejarah bahwa Belanda dan Indonesia adalah kawan yang saling membutuhkan. Bukan bangsa penjajah, tapi mentor disiplin Indonesia. Begitupun Indonesia, bukan negara terjajah, tapi murid yang "dipaksa" cerdas dan disiplin.

Dengan perbedaan yang ada, mari kita bangkit, belajar disiplin dari peninggalan kolonial. Agar kita bisa bangkit melawan penjajahan negeri sendiri, berantas korupsi. Agar Indonesia bisa merdeka seutuhnya.

Ref: 1, 2, 3

Deli, 16 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun