Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memahami Circular Economi Sampah

27 Maret 2021   21:55 Diperbarui: 28 Maret 2021   03:22 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sampah kemasan diatas seharusnya diberi label nilai ekonomi sesuai Pasal 14 UUPS, sehingga tidak menjadi sampah. Sumber: Pribadi

"Tidak ada sampah #plastik yang ramah terhadap tanah-bumi. Cuma yang ada cepat-lambat terurai dalam tanah. Sampah apapun akan ramah bila di kelola berdasar perintah regulasi. Solusi sampah setidaknya harus memperhatikan aspek kesehatan dan keamanan produk berkemasan, sosio ekologi serta sosio ekonomi"

Sesat Paham Ramah Lingkungan

Terkait masalah sesat paham tentang ramah lingkungan, juga ikut terkena dampak negatif terhadap pemahaman atau aplikasi circular economi sampah. Sehingga banyak perusahaan merubah produknya dengan cara mengakali kemasan yang berpotensi jadi sampah menjadi layak daur ulang (LDU) dengan berbagai cara akal-akalan saja (penulis masih hindari sebut merek).

Mereka menganggap bahwa bila sudah masuk kategori layak daur ulang (LDU), sudah dianggap mengikuti alur circular economi, padahal bukan disana pemaknaannya sesuai UUPS. Kemasan itu terlebih dahulu harus memperhatikan ketahanan atas qualitas produk sampai pada konsumennya, bukan diawal diberodong soal LDU/BDU atau disebut bisa daur ulang (BDU) yang dianggap bernilai ekonomi rendah. 

Padahal LDU/BDU bukan merupakan satu-satunya indikator atas skenario circular economi dalam perspektif keberlanjutan (sustainablitasnya). Seharusnya biarkan perusahaan produk berkemasan melakukan rekayasa dan kreatifitas produksi untuk sebuah strategi pemasarannya. Hal ex-produk yang berahir menjadi sampah, tinggal dibuatkan rambu-rambunya atau buat sebuah sistem yang mengikat antara sebuah produk yang berahir menjadi sampah. Itulah maksud pelaksanaan Pasal 14 dan 15 UUPS.

Baca Juga: Setop Sesat Pikir Memahami EPR Pengelolaan Sampah

Kapan Tercapai Circular Economi ?

Circular economi baru disebut tercapai bila semua unsur terkait dalam tata kelola sampah - multy stakeholder -  hulu hilir (industri bahan baku original, industri produk berkemasan, distributor, ritel atau pedagang, industri daur ulang, pelapak, pemulung, pengelola sampah atau bank sampah sampai pada masyarakat konsumen) harus mendapat insentif sebagaimana yang tertuang dalam regulasi, khususnya dalam Pasal 21 ayat 1(a) UUPS yang berbunyi sebagai berikut:

Pemerintah memberikan insentif kepada:

a. Setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan

b. Disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan  pengurangan sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun