Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mendikbud Nadiem Makarim "Terjebak" Isu Sampah Plastik

12 Januari 2020   17:41 Diperbarui: 12 Januari 2020   19:41 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi memilih Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mewakili kaum milenial karena dianggap mempunyai wawasan yang luas. Namun ternyata tidak berwawasan dan jatuh juga menjadi korban issu plastik. Sungguh mengherankan, karena ternyata kaum milenial yang tidak banyak baca perkembangan peradaban.

Sempat kaget juga membaca berita "Nadiem Larang Penggunaan Kantong-Kemasan Plastik di Kemendikbud" karena tidak sampai terpikir dengan ekspektasi terhadap Nadiem yang tinggi, ternyata ya rendah juga pikiran anak muda mantan Pendiri dan Ceo PT. Gojek Indonesia ini atas pemahamannya terhadap plastik yang berhadapan dengan kehidupan semakin modern. Ternyata pendidikan tidak menjamin kecerdasan seseorang.  

Semakin maju peradaban seperti zaman milenial ini, maka sebuah keniscayaan dalam penggunaan produk berbahan baku plastik. Ternyata Nadiem juga ikut ingin trend sesaat seperti Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan larangan penggunaan kantong plastik di semua lini perdagangan modern dan tradisional.

Semoga tidak jatuh pamor atas pengambilan kebijakan yang sangat keliru itu. Pasti pula diyakini tidak akan berbuah manis. Paling penting dijaga adalah anak didik bangsa jangan sampai ikut keliru dan tersesat memaknai plastik dan regulasi. Akibat ulah seorang menteri di bidang pendidikan yang sesat jalan. 

Bisikan apa kepada Nadiem Makarim, sampai terpengaruh ikut mengeluarkan surat edaran pelarangan penggunaan kemasan air minum berbahan plastik sekali pakai dan kantong plastik di lingkungan Kemendikbud. 

Edaran dikeluarkan dalam rangka memerangi sampah plastik. Nadiem sebagai menteri yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan rakyat Indonesia, tolong luruskan pikiran Anda. Koq memerangi sampah plastik ? Lalu melarang penggunaan produk. Kalau sampahnya mau diperangi, ya maka kelola sampah itu saja.

Selanjutnya, Nadiem juga dalam edaran itu meminta mengurangi penggunaan spanduk, backdrop, baliho, dan media iklan lainnya yang berbahan plastik pada kegiatan rapat, sosialisasi, pelatihan, dan kegiatan sejenis lainnya. Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2019 itu diteken Nadiem pada 26 November 2019.

Fahami Plastik Sekali Pakai

Baik Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Mendikbud Nadiem, Gubernur Jakarta Anies dan Gubernur Bali Koster dan beberapa pimpinan daerah lainnya di Indonesia yang sudah mengeluarkan kebijakan yang sama sepertinya sangat tidak faham apa itu "plastik sekali pakai" atau PSP. Termasuk tidak faham perbandingan volume pemakaian plastik dan jenis kemasan yang tergolong PSP.

Sungguh celaka republik ini, memiliki pemimpin atau panutan yang tidak memiliki wawasan dan pengalaman yang luas. Seperti pejabat-pejabat yang tersebut diatas. Mereka ini menjadi korban Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2016 yang lalu.

Para pejabat elit kementerian sampai pada pemimpin daerah bahwa issu plastik ramah lingkungan ini didasari atas adanya kebijakan KPB-KPTG yang penuh misteri. Issu plastik dihembuskan karena ingin menutup masalah KPB-KPTG. 

Banyak kalangan terjebak dalam masalah kantong plastik. Sangat kentara muatan issu plastik adalah KPB-KPTG, karena yang dominan disasar oleh kebijakan pelarangan adalah kantong plastik. Hanya sedikit bergeser ke PS-Foam, sedotan plastik. Itu hanya alih perhatian saja. 

Karena keras dugaan bahwa KPB-KPTG lahir dari penyalahgunaan wewenang pada Ditjen PSLB3 KLHK. dana KPB-KPTG yang diperkirakan triliunan rupiah entah siapa yang menikmati sampai sekarang ?! KPB-KPTG inilah merupakan virus penyebar issu plastik. 

Seharusnya aparat penegak hukum (APH) bisa masuk dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. Karena dugaan kasus ini tidak kalah besar kasus-kasus yang tengah melanda seluruh BUMN di Indonesia. APH sudah bisa memanggil oknum-oknum yang terlibat dalam lingkaran KPB-KPTG.

Rakyat bisa termakan issu negatif bila masalah ini dibiarkan berlalu begitu saja. Sama seperti bahayanya KPB-KPTG yang terus memetik uang rakyat dari penjualan kantong plastik pada ritel modern dan swalayan lainnya di seluruh Indonesia. Uang itu bisa raib. Namun dengan menahan laju pergerakan mafia plastik, semoga kelak dana-dana itu dapat dikembalikan pada rakyat yang berhak dan tidak menjadi dana siluman untuk menguntungkan kelompok tertentu.

Jokowi Harus Tajamkan Intelijennya

Presiden Jokowi dan seluruh pembantunya, lebih khusus kepada Nadiem yang mengurus pendidikan di Indonesia agar memahami masalah atau sumber issu plastik dan juga Menteri LHK Siti Nubaya. Maka kembali diingatkan dan meminta untuk dibaca kembali bahwa siapa berbuat apa tentang dasar masalah pelarangan kantong plastik dan lainnya itu.

Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 Tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Isinya adalah sebuah regulasi yang mengatur bahwa setiap6 kantong plastik saat berbelanja harus dibayar Rp. 200 oleh konsumen dan malah ada yang Rp. 400 per kantong dan variasi harga lainnya di seluruh Indonesia tanpa kontrol dari pemerintah dan pemda.

Ini dianggap merupakan terobosan pemerintah cq: Menteri LHK untuk mengurangi sampah plastik yang menjadi permasalahan lingkungan selama ini. Padahal kebijakan KPB-KPTG ini lebih merupakan sebuah penyalahgunaan wewenang dan diduga keras terjadi korupsi gratifikasi. 

Justru menjadi masalah sampah Indonesia karena pemerintah dan pemda tidak menjalankan regulasi persampahan yang ada. Selalu saja berparadigma lama untuk membuang sampah di TPA dan bukan mengelola sampah itu sendiri pada sumber timbulamnya. 

Jadi sesungguhnya ini bukan merupakan terobasan dalam solusi sampah, tapi hanya merupakan atau memiliki modus untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. Dalan prosesnya pula terjadi kekeliruan, karena mungkin tidak menyangka akan kedapatan adanya rencana mereka yang ingin mendapat hadiah atau gratifikasi atas kebijakannya. Bisa disebut pula bahwa KPB-KPTG itu tergolong pungutan liar.

Begitu kekehnya KLHK mempertahankan masalah ini. Sampai mendukung terus "pembiaran" pada kebijakan pelarangan kantong plastik dan/atau jenis produk plastik lainnya. Padahal solusi itu sangatlah lemah dan malah menyulitkan para pedagang dan pembeli. Membuat suatu kebijakan tata aturan yang nyleneh. Aturan yang tak lebih hanya seperti guyonan tapi bernilai atau terindikasi terjadinya unsur gratifikasi.

Heran juga Presiden Jokowi alpa membaca situasi issu sampah plastik yang berkepanjangan dengan sebuah solusi yang tidak berdasar aturan yang melarang menggunakan kantong plastik yang dianggap merusak lingkungan. Padahal UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) sudah mengatur tata kelola sampah tanpa adanya pelarangan penggunaan produk.

Saya pikir Menteri LHK, Mendikbud, Gubernur Jakarta Anies atau Gubernur Bali Koster itu cerdas pula.  Ternyata mereka cuma pintar saja bicara dan. Tapi sesungguhnya minus pemahaman dan wawasan dalam membaca situasi plastik selama ini. Seperti anak PAUD yang baru dapat sertifikat pendidikan PAUD dan baru belajar membaca dan menulis.

Presiden Jokowi ternyata salah pilih menteri. Nadiem tidak faham masalah sampah, tapi ikut mau trend "Melarang Plastik" Lengkaplah kesalahan pilihan Jokowi ini untuk menggagalkan sendiri Visi Misi Nawacita Jilid 1 dan 2 yang dijanjikan pada rakyat. 

Sepertinya tidak ada menteri yang baca visi misi Presiden Jokowi.  Semua merem baca dan hanya mendengar lugu - asal bapak senang - dari bawahannya yang diduga menjadi pembawa atau makelar pesan sponsor. 

Ingat Pak Jokowi dan Nadiem serta seluruh pejabat lainnya, issu plastik ini sesungguhnya adalah terjadi perang dagang juga menjadi tirai kebobrokan pengelolaan sampah di seluruh Indonesia. Itulah Indonesia masih terjadi darurat sampah karena hanya mengurus sampah plastik yang jumlahnya sangat kecil. Sementara sampah organik yang dominan tapi lalai dalam pembicaraan dan pengelolaan.

Tutup Pabrik atau Industri Plastik PSP

Tutup pabrik saja yang produksi PSP, jika pemerintah memang menganggap PSP membahayakan lingkungan dan abaikan saja regulasi sampah yang mengamanatkan sampah harus dikelola di sumber timbulannya sesuai Pasal 13, 44 dan 45 UUPS. Karena pasal-pasal ini juga yang menjadi momok bagi para oknum birokrasi yang ingin monopoli proses angkut sampah dan buang ke TPA. 

Kenapa terus inginkan buang sampah ke TPA? Karena disanalah dana-dana sampah mudah dipermainkan. Termasuk dana kompensasi warga terdampak TPA pasti dihapus atau setidaknya minim bila Pasal 13 dan 45 UUPS efektif. Semua dana-dana operasional TPA ini menjadi makanan empuk oknum SKPD terkait di pemda.

Untuk mengurangi efek sampah PSP, kenapa tidak sekaligus mencabut izin industri plastik yang dianggap memproduksi jenis PSP dan tidak usah repot membuat kebijakan nyeleneh yang berpotensi menohok diri elit birokrasi sendiri setelah mengeluarkan kebijakan yang super keliru itu.  

Sampah atau limbah plastik berjenis PSP itu tidak hanya kantong plastik, botol plastik atau sedotan plastik saja. Tapi juga kemasan makanan, kemasan mie instan sampai pada kemasan permen dll. Malah kantong plastik tidak tergolong PSP.

Benar-benar issu plastik atau larangan penggunaan kantong plastik ini yang sengaja dihembuskan untuk menutup pertanggungjawaban dana pungutan liar KPB-KPTG. Miris mengamati para elit-elit Indonesia, yang seakan mengarahkan Indonesia seperti negeri dongeng. Tapi senyatanya akan mencuri dan merampok uang rakyat atas nama peduli lingkungan.

Watampone, 12 Januari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun