Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

BBM Satu Harga Merupakan Faktualisasi Keadilan

20 Februari 2018   16:10 Diperbarui: 21 Februari 2018   08:09 4130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kompas.com/Garry Andrew Lotulung

Presiden Joko Widodo saat meresmikan Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua, Selasa (18/10/16). Juga secara resmi mencanangkan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga. Artinya harga BBM di Papua akan sama dengan di Pulau Jawa.

Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia jadi nyata lewat program penyeragaman harga BBM di seluruh Indonesia, bila pemerintah menginginkannya itu sangat bisa terjadi dan saat ini itu semua terlaksana. Jelasnya ini semua untuk rakyat Indonesia. Pastinya kebijakan ini harus berkelanjutan (sustainability). Jangan sampai terhenti, akibat hanya berpikir dan berkalkulasi pada faktor keekonomian semata. Gejolak "sosial" besar bisa terjadi, bila program ini terhenti di tengah jalan. Apapun caranya pemerintah harus eksis menjalankannya dan kita rakyat Indonesia harus sepenuhnya mendukung, demi Indonesia yang berkeadilan.

Terobosan besar Presiden Joko Widodo untuk membuat satu harga BBM di seluruh Indonesia merupakan loncatan jauh ke depan dan keberpihakan pada rakyatnya yang sungguh luar biasa. Kenapa? Karena Harga BBM dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote akan sama semua, sehingga saudara-saudara kita di seluruh Indonesia khususnya pada wilayah Terluar Terdepan Tertinggal (3T) dapat menikmati harga BBM yang sama di Pulau Jawa. Di mana selama ini harga BBM di Pulau Jawa sangat jauh berbeda dengan luar Jawa, khususnya di Papua dan Papua Barat.

Pro kontra tentu sangat tajam terjadi atas kebijakan penyeragaman harga BBM ini, itu sudah pasti, karena dilakukan tanpa menggunakan dana APBN. Selain itu, program ini juga baru dilaksanakan oleh pemerintah setelah 72 tahun Indonesia merdeka.  Artinya berbuat baik bisa saja salah. Terlebih bila tidak berbuat sama sekali, itu sudah pasti salah.

Caption foto: Lembaga Penyalur BBM Satu Harga di Indonesia. Sumber: Pertamina
Caption foto: Lembaga Penyalur BBM Satu Harga di Indonesia. Sumber: Pertamina
Prinsip Untung Rugi Dalam BBM Satu Harga

Sebagaimana dikatakan oleh Presiden Joko Widodo pada saat pencanangan program BBM Satu Harga ini, bahwa ini bukan masalah untung dan rugi. Ini masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jumlah Rp. 800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana, itu urusan Pertamina. Tapi yang saya mau ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga harganya sekarang di seluruh kabupaten di Indonesia yaitu 6.450 rupiah per liter untuk premium dan solar Rp 5.150 per liternya.

Dapat dinyakini bahwa secara keseluruhan, bisnis Pertamina tidak akan rugi gara-gara kebijakan BBM satu harga. Walau ada tambahan biaya yang Pertamina keluarkan sekitar Rp. 800 miliar per tahun untuk menalangi biaya angkut logistik BBM ke wilayah 3T, sedangkan keuntungan pertamina sebelum pajak mencapai Rp. 40 triliun, yang terjadi adalah keuntungan pertamina secara nasional tentu akan berkurang. Namun kebijakan BBM Satu Harga perlu penguatan regulasi yang ketat, sehingga tidak mudah diadakan perubahan atau berhenti ditengah jalan.

Program BBM Satu Harga ini akan dilaksanakan di 148 lokasi di seluruh Indonesia, 33 lokasi di antaranya berada di Papua dan Papua Barat. Telah beroperasi 28 titik lembaga penyalur s.d tgl 16 November 2017, sisa 26 titik dalam tahap pemeriksanaan HSSE & Teknik dan pembangunan diatas 80% yang ditargetkan akahir tahun 2017 akan tercapai 54 titik lembaga penyalur beroperasi. Nantinya, program ini akan terus berkembang tiap tahunnya. Pemerintah menargetkan kebijakan BBM Satu Harga dapat terealisasi di 150 titik hingga tahun 2019.

Jenis BBM yang diseragamkan harganya adalah solar, minyak tanah dan premium. Rantai penyalurannya relatif sederhana yaitu dari Badan Utama Penugasan, penyalur dan kemudian konsumen. Untuk mendukung program itu, badan Utama Penugasan harus membangun infrastruktur dan fasilitas penyaluran. Mereka jugalah yang menentukan penyalur-penyalurnya.

Pemerintah telah menegaskan tidak akan memberikan alokasi subsidi bagi PT. Pertamina (Persero) dari APBN untuk mendukung kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga ini. Subsidi biaya logistik pengadaan BBM tetap akan ditanggung oleh Pertamina sebagai perusahaan minyak pelat merah tersebut, dari keuntungannya di wilayah lain. Atau setidaknya terjadi subsidi silang atau keuntungan di Jawa akan mensubsidi kerugian atas biaya tambahan transportasi logistik BBM di wilayah terpencil. Tetaplah bahwa belum sebanding dengan laba yang dihasilkan Pertamina per tahunnya.

Konsep awal atas program BBM Satu Harga ini tak ada tujuan lain selain menciptakan keadilan sosial di wilayah pedalaman atau terjadi pelayanan yang sama oleh pemerintah (baca: Pertamina) antara perkotaan dan pedesaan atau wilayah 3T. Maka dari itu, Pertamina perlu kiranya memperketat pengawasan dalam implementasi kebijakan ini dari waktu ke waktu secara up to date, agar  supaya tidak ada harga eceran berbeda yang sampai ke tangan konsumen.

Kendala dan Solusi BBM Satu Harga Nasional

Caption foto: Pendirian Lembaga Penyalur Wilayah 3T di Indonesia. Sumber: Pertamina
Caption foto: Pendirian Lembaga Penyalur Wilayah 3T di Indonesia. Sumber: Pertamina
Program BBM Satu Harga ini dijalankan untuk dapat menyediakan BBM Satu Harga di wilayah 3T (Terluar Terdepan Tertinggal) dengan harga sesuai ketentuan Pemerintah dalam rangka pemerataan dan asas keadilan. Namun tentu masih ada beberapa kendala antara lain:
  • Terdapat wilayah yang belum ada lembaga penyalur khususnya di daerah terpencil/daerah Terluar Terdepan Tertinggal (3T).
  • Infrastruktur Jalan Darat yang tidak memadai untuk pengiriman BBM sehingga harus menggunakan armada angkutan laut/udara.
  • Belum ekonomis untuk dibangun lembaga penyalur karena volume yang kecil.

Solusi yang harus segera diatasi adalah:

  • Bangun lembaga Penyalur di wilayah yang belum terdapat penyalur BBM.
  • Meningkatkan kapasitas storage lembaga penyalur di wilayah terpencil.
  • Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur darat dan laut atau dermaga

Perlu Undang-undang Dalam Penguatan BBM Satu Harga

Kebijakan BBM satu harga sendiri dilakukan melalui Peraturan Menteri ESDM No.36 Tahun 2016. Dalam Permen ESDM tersebut dinyatakan bahwa program itu berlaku mulai 1 Januari 2017. Saat ini perlu regulasi yang lebih kuat. Peraturan presiden atau peraturan pemerintah perlu diterbitkan untuk lebih menjamin program, bila perlu program BBM Satu Harga dikuatkan melalui sebuah undang-undang, agar menjadi paten dan tidak mudah berubah, seiring perubahan struktur dalam pemerintahan. 

Tanpa regulasi yang kuat, faktor pembiayaan terutama akan terus menjadi beban Pertamina dan kesinambungan program bisa terganggu suatu saat. Walaupun tidak perlu menambah beban subsidi dari APBN, cukup dengan prinsip bahwa pertamina tidak terlalu dibebankan sebuah keharusan dalam pencapaian laba lebih dari yang didapatkan saat ini, karena adanya beban (peralihan keuntungan nasional) atas program BBM Satu Harga ini, artinya tuntutan kepada Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang secara bisnis harus menguntungkan tidak terlalu tersorot dibanding BUMN lainnya.

Untuk mengantisipasi semua ini, cukup pemerintah segera mempercepat pembangunan infrastruktur di wilayah 3T tersebut agar ke depan, beban transportasi logistik BBM bisa dikurangi karena menggunakan armada selain kapal udara.

Energi Baru Terbarukan Segera Mengganti Energi Fosil

Caption foto: Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Baru Terbarukan. Sumber: Asrul
Caption foto: Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Baru Terbarukan. Sumber: Asrul
Energi baru terbarukan (EBT) adalah sumber energi yang cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Energi terbarukan dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alami tidak akan habis bahkan berkelanjutan jika dikelola dengan baik. Energi terbarukan kerap disebut juga sebagai energi berkelanjutan (sustainable energy).

Konsep EBT mulai dikenal di dunia pada era 1970-an. Kemunculannya sebagai antitesis terhadap pengembangan dan penggunaan energi berbahan fosil batubara, minyak bumi, dan gas alam serta nuklir. Selain dapat dipulihkan kembali, energi terbarukan diyakini lebih bersih (ramah lingkungan), aman, dan terjangkau masyarakat. Penggunaan energi terbarukan lebih ramah lingkungan karena mampu mengurangi pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan di banding energi non-terbarukan atau energi fosil.

Seiring dengan program BBM Satu Harga, pemerintah perlu serius dan fokus mengembangkan EBT sebagai pengganti energi fosil, EBT tersebut sudah menjadi keharusan agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Tujuannya agar Indonesia mampu bertahan, dan berdaulat. Potensi EBT, seperti angin, surya atau matahari, sampah dan panas bumi sangat berlimpah.

Penggunaan EBT masih sangat rendah di Indonesia, sementara krisis energi fosil sudah di depan mata. Jika tidak ada terobosan berarti di sektor energi terbarukan, bukan tidak mungkin pada 2025 Indonesia mengalami defisit energi, baik listrik dan bahan bakar minyak secara signifikan. Ketimbang memberi subsidi BBM ke wilayah terpencil dalam jumlah besar, pemerintah Indonesia segera mulai mengembangkan energi baru terbarukan.

Visi Indonesia mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi sebenarnya telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Namun, EBT punya tantangan yang mesti mendapat perhatian dan keberanian dari pemangku kebijakan (stakeholder). Benar bahwa biaya EBT masih lebih mahal dari pada energi fosil karena pemerintah terlambat mengembangkannya. Teknologi juga masih harus impor, sehingga butuh persiapan agar sumber daya manusia (SDM) berkompeten didapatkan untuk mewujudkan pembangunan EBT di seluruh Indonesia.

Sementara permasalahan EBT di Indonesia, belum ada kejelasan siapa yang ditugaskan khusus untuk mengembangkan energi terbarukan. Selain itu, belum banyak yang paham mengenai energi terbarukan. Peraturan pemerintah dan kebijakan yang selalu berubah-ubah setiap tahun juga membuat perkembangan energi terbarukan tidak terlalu signifikan perkembangannya. Yuk kita belum terlambat, segera bangun infrastruktur EBT Indonesia sesuai kearifan lokal Indonesia, demi menuju ketahanan dan kedaulatan energi nasional.

Asrul Hoesein

081287783331 dan 08119772131

 

Berita Terkait:

Mari Kawal Pengembangan Energi Baru Terbarukan Indonesia

Visi Misi Jokowi dan Jusuf Kalla

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun