Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyingkap Tabir Regulasi Sampah Indonesia

23 Januari 2018   18:00 Diperbarui: 2 Januari 2019   15:05 4226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto: (Dian Maharani/Kompas.com)

"Pengelolaan sampah di luar negeri, termasuk beberapa negara yang pernah  penulis survey, semua mencerminkan regulasi sampah Indonesia, termasuk  Singapore, Korea Selatan, Jepang, Thailand. dll. Kadang penulis iri pada  negara-negara tersebut, karena sepertinya mereka copas regulasi  Indonesia, dimana kita tidak menjalankannya. Tapi ternyata dalam amatan penulis di luar negeri, orientasi  birokrasi luar negeri itu pada proses, mereka menghargai proses, bukan  pada hasil. Walau mereka tidak miliki seabrek regulasi seperti Indonesia. Mereka jujur dan berkarakter dalam menjalankan tugasnya. Itu perbedaan signifikan dengan Indonesia, yang berorientasi hasil. Ujungnya terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme"

Kenapa dan Ada Apa Pasal 13 UU.18 Tahun 2008 terkesan di"musuh"i oknum birokrasi dan mitranya ?
Karena bila Pasal 13 ini dijalankan, maka:

PERTAMA; Pengelolaan sampah tidak sepenuhnya dikuasai oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, tapi akan diserahkan sebagian pekerjaan itu di masing-masing kawasan (sesuai bunyi pasal tersebut), atau kepada kelompok pengelola sampah atau pengelola Bank Sampah, tentu dengan koordinasi Camat, Lurah/Desa. SKPD terkait lebih berfungsi atau memiliki tugas pada fasilitasi, monitoring dan evaluasi yang tidak lagi menjadi eksekutor utama. Tantangannya; karena otomatis fulusnya kurang ditingkat SKPD dan/atau Bupati atau Walikota untuk dikuasai. Terjadi penyerahan sebagian besar urusan persampahan kepada pemerintah terdepan (Camat/Desa/Kelurahan), Silakan baca semua regulasi yang telah penulis sebut diatas.

KEDUA; Secara bertahap, sampah sangat minim diangkut ke TPA, karena dikelola dikawasan, dengan prinsip sampah hari itu diselesaikan hari itu juga. Artinya angkutan sampah ke TPA ini, banyak dana terserap dan potensi dipermainkan dalam anguktan sampah, termasuk pengadaan mobil atau sarana angkutan sampah lainnya, semua ini tidak diinginkan oleh SKPD terkait.

KETIGA; Dana pengelolaan sampah di TPA akan berkurang (berarti minim peluang permainan di TPA). Bila operasionalisasi sampah terpusat di TPA, sangat banyak dana bisa menguap dan memang sangat mudah dipermainkan, yaitu mulai dari tiping fee, pengadaan alat berat, permainan volume sampah yang masuk yang diangkut dan tidak diangkut ke TPA (permainan angkutan) sampai kepada permainan Dana Kompensasi Warga Terdampak TPA. Dana-dana semua ini sangat rentan dipermainkan oleh oknum-oknum terkait dalam pengelolaan sampah.

Masih banyak indikasi lain (pengadaan prasarana dan sarana persampahan dll) atas ketidaksetujuan birokrasi elit bila Pasal 13 ini dijalankan dengan jujur dan bertanggungjawab. Peluang atau kesempatan untuk kongkalikong antara penguasa dan pengusaha akan hilang, karena terjadi pencegahan korupsi oleh pelaksanaan Pasal 13 UU 18 Tahun 2008 tersebut.

Padahal, bila Pasal 13 UU.18 Tahun 2008 dilaksanakan dengan benar berarti akan terjadi progres "Paradigma Baru Kelola Sampah" atau "Stop Sampah ke TPA" atau terjadi optimalisasi fungsi TPS. Secara otomatis akan terbuka lapangan kerja baru dan sumber ekonomi baru masyarakat dan termasuk sumber PAD baru bagi daerah yang bersangkutan. Begitu hebatnya regulasi sampah bila di jalankan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Beginilah seharusnya amanat regulasi persampahan yang ada itu. Sungguh hebat regulasi sampah ini yang merupakan produk pemerintahan SBY-JK pada tahun 2008. Regulasi yang baru pertama kali terbit sejak Indonesia Merdeka.

Sesungguhnya apa yang Presiden Jokowi harapkan agar pengolahan sampah ini dapat menjadi sebuah program yang sangat penting dan pengelolaannya bisa dilakukan terpadu, sistemik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha. Itu tidaklah susah bila stakeholde persampahan Indonesia (pusat dan daerah) kembali sadar menjalankan perundang-undangan yang ada. "Yang paling penting, pengolahan sampah memberikan manfaat baik secara ekonomi dan tentu saja sehat lingkungan bagi masyarakat, Dan yang paling penting, dapat mengubah perilaku masyarakat," tegas Presiden Jokowi. Apa yang diungkapkan Presiden Jokowi ini, adalah amanat regulasi itu sendiri.

"Pertanyaannya, dimana letak "Permasalahan dan Kekurangan Regulasi Sampah ini, yang dipersoalkan ? Kenapa setiap kebijakan KLHK mendapat resistensi, ya karena melabrak regulasi sampah yang pro-rakyat, pro-pengusaha, pro-industri serta pro-investasi. Terkecuali tidak Pro-Koruptor. Itulah napas dan kehendak regulasi sampah yang ada sejak tahun 2008"

Pelaksana Regulasi Sampah Perlu Revolusi Mental

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun