Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyingkap Tabir Regulasi Sampah Indonesia

23 Januari 2018   18:00 Diperbarui: 2 Januari 2019   15:05 4226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Wapres JK (Foto: Humas Setkab)

Tapi ahirnya stag, karena dukungan internal birokrasi sendiri sebagai eksekutor dan lintas kementerian kurang respon. Ini pengalaman langsung penulis bersama Pak Jokowi dalam menangani sampah Jakarta dan sekitarnya, karena pada saat itu, kebetulan penulis dipercaya sebagai Sekretaris Tim Manajemen Program Jabodetabekjur Zero Waste dengan Surat Keputusan BKSP (2013-2023), waktu itu BKSP diketuai oleh Gubernur Jawa Barat.

Presiden Jokowi dan Wapres JK (Foto: Humas Setkab)
Presiden Jokowi dan Wapres JK (Foto: Humas Setkab)
Bukan Salah Regulasi, Tapi Salah Kelola Regulasi

Regulasi sampah Indonesia sudah sangat tepat dan up to date. Justru yang bermasalah adalah birokrasi pelaksananya saja. Pak Jokowi, tidak perlu perlu perbaiki regulasi sampah, hanya mental pelaksana yang mis-regulasi dan diduga koruptif, itu yang perlu di restorasi. Penulis menduga Menteri LHK, Ibu Dr. Siti Nurbaya Bakar mendapat informasi AIS (Asal Ibu Senang) dari oknum tertentu, info itu bisa datang dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (Ditjen PSLB3) atau oknum-oknum dari Direktorat Pengelolaan Sampah pada Ditjen PSLB3 KLHK. 

Penulis yakini itu, karena beberapa kebijakan penulis sempat kritis dan sumbang-saran secara langsung kepada KLHK khususnya pada Ditjen PSLB3 yang membidangi persampahan, antara lain kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB), Perpres 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan PLTSa, Pelaksanaan Adipura dll. Karena penulis menduga semua ini terjadi mis regulasi dan diduga terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Makanya itu penulis sangat paham, bahwa bukan regulasi yang bermasalah, tapi oknum-oknum di kementerian yang bermasalah, termasuk di pemda kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.

Berdasar kondisi laporan yang tidak valid tersebut, maka sampai juga tentunya kepada Presiden Jokowi bahwa regulasi yang mengganggu pengelolaan sampah di Indonesia. Alibi dari informasi ini adalah terbitnya Perpres 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya dan Makassar. 

Padahal walau tanpa perpres ini, bisa saja terjadi pembangunan infrastruktur persampahan dengan berdasar regulasi yang ada terdahulu. Namun Perpres 18 Tahun 2016 tentang PLTSa inipun telah digugat oleh Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah (penulis termasuk salah seorang penggugat didalamnya) ke Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2016 dan selanjutnya MA mencabut perpres listrik sampah tersebut.

Sampai sekarangpun KLHK yang dikuatkan oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Kemenko Bidang Ekonomi, Kementerian ESDM tetap selalu berusaha memunculkan dan/atau berkeinginan menerbitkan kembali perpres listrik sampah dengan segala upayanya, seakan dipaksa-paksakan (begitu kami baca disetiap presentase kementerian tentang PLTSa ini). Sungguh kasian dan muak melihat tingkah-polah oknum birokrasi seperti ini.

 Semoga Presiden Jokowi tidak menyetujui lagi kebijakan yang mis regulasi itu. Karena pelanggaran atas UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah ini berpotensi digugat secara pidana, bukan hanya menggugat pencabutan atau pengguguran di Mahkamah Agung. Ingat bahwa Pasal 13 UU. 18 Tahun 2008 itu menggunakan prasa "wajib". Sangat memungkinkan penggunaan upaya pidana bagi pelanggaran undang-undang persampahan ?!.

Perlu penulis jelaskan bahwa regulasi sampah sudah sangat komprehensif. Perundangan utama persampahan adalah UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. sesungguhnya undang-undang ini sudah mempunyai turunan untuk pelaksanaannya di daerah, hanya perlu dikuatkan dengan perda yang mengacu pada regulasi sampah nasional, antara lain turunannya :

  1. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
  2. Permendagri 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah (namun permendagri ini sudah dicabut oleh Mendagri Tjahjo Kumolo pada bulan Juni 2016), Pencabutan ini keliru karena tanpa alasan yang jelas oleh kemendagri. Permendagri ini sangat dibutuhkan untuk pedoman pemerintah daerah dalam mengelola sampah. juga menjadi kekuatan pemda untuk bergerak dalam mengawal UU.18 Tahun 2008 tsb. Maka sepantasnya permendagri ini dihidupkan kembali (sebagai catatan dan usulan).
  3. PerMen LH No. 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah (permen ini juga seperti dilacikan oleh birokrasi)
  4. Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (permen ini hampir tidak dilirik dan diaplikasi oleh KLHK dan PUPera sendiri secara serius)
  5. Regulasi penunjang lainnya  misalnya tentang limbah Berbau, Berbahaya dan Beracun (B3) Industri, Limbah medis dll. semua sudah ada dan lengkap, hanya perlu disinergikan antar turunan regulasi tersebut. Nah bila pengelolaan sampah B3 dan Medis atau rumah sakit ini dijalankan, tanpa mengikuti arah regulasi induk. Maka jelas sebuah pelanggaran pidana.

Makanya selalu penulis dalam kapasitas sebagai pemerhati sampah, sampaikan di setiap pertemuan dengan pemerintah dan pemda termasuk di banyak tulisan atau opini, media cetak mainstream lainnya dan media elektronik, bahwa regulasi sampah sudah cukup bagus dan komprehensif. Cuma regulasi ini tidak dijalankan dengan benar dan fokus oleh pemerintah dan pemda, khususnya Pasal 13 UU. 18 Tahun 2008.tersebut. 

Pasal 13 ini seperti dilacikan, karena menjadi "pencegah" perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme secara massif. Karena out put Pasal 13 ini adalah setiap pengelola atau penguasa kawasan wajib memilah dan/atau mengelola sampahnya dengan melibatkan masyarakat sekitarnya. Jelas terjadi minimalisasi sampah ke Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA), bahkan akan terjadi minimasi sampah ke Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun