Mohon tunggu...
Hasbi Aswar
Hasbi Aswar Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Penggiat kajian politik internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyoal Kemampuan Taliban Membangun Afghanistan

13 Maret 2022   08:40 Diperbarui: 13 Maret 2022   16:19 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengambilalihan Taliban atas Afghanistan menjadi salah satu cerita paling populer tahun 2021 dalam isu politik Islam global. Kemenangan Taliban terjadi setelah koalisi AS selama 20 tahun dan pemerintah Afghanistan berusaha menghancurkan Taliban setelah digulingkan pada 2001. Tetapi Taliban cukup tangguh untuk dikalahkan. Dan sejarah membuktikan bahwa 20 tahun AS denga  lebih dari seratus ribu tentara, ditambah ribuan tentara Afghanistan terbuang hanya untuk menyaksikan Taliban bangkit kembali ke tampuk kekuasaan. 

Dalam banyak aspek, Taliban lebih unggul dari pemerintah sekuler Afghanistan yang didukung AS. Seperti dalam hal ideologi, sebagian besar orang Afghanistan masih cenderung menginginkan hukum Syariah sebagai bagian dari hukum positif negara. 

Taliban dianggap lebih legitimate sebagai bagian dari rakyat Afghanistan sementara pemerintah yang berkuasa melakukan banyak pelecehan di negara itu. 

Di sisi lain, selama dua puluh tahun juga rezim demokrasi pasca-Taliban juga tidak dapat memenangkan hati dan pikiran rakyatnya dengan kesejahteraan, keadilan hukum, peningkatan kesehatan, dan pendidikan. 

Sebaliknya, korupsi, ketergantungan pada pihak asing, dan keterbelakangan adalah gambaran dominan dari rezim yang berkuasa. Kondisi ini membuat posisi Taliban semakin diuntungkan (Baldwin, 2021; Jackson &Weigand, 2019). 

Sebagai kelompok Islam militan dan politik, Taliban ingin Afghanistan dipimpin oleh seorang Muslim dengan hukum syariah sebagai dasar hukumnya. Demokrasi tidak ada dalam kamus kelompok ini yang dianggap sebagai ajaran kufur. Taliban dalam posisi ini sama dengan kelompok-kelompok politik Islam lainnya. 

Namun, Taliban tidak memiliki mimpi besar seperti al-Qaeda, ISIS atau Hizbut Tahrir yang menginginkan kekhalifahan global. Taliban hanya menginginkan negara imarah/emirat yang berfokus membangun negaranya sendiri dan terbuka untuk bekerja sama sama dengan negara lain (Hashemi, 2001;  Moheq, 2019). 

Pada 18 Agustus 2021, Taliban mengambil alih Afghanistan setelah menduduki Kabul hari itu. Pada akhir 2021, tampaknya Taliban belum dapat menghasilkan banyak untuk Afghanistan, berbagai laporan menunjukkan bahwa kondisi Afghanistan sekarang sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan bantuan. 

Orang-orang kelaparan akut karena bantuan kemanusiaan dari negara-negara dan lembaga donor menghentikan bantuan sejak aset Afghanistan hampir 10 miliar dibekukan oleh Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan ekonomi dan layanan sosial runtuh. 

Afghanistan akhirnya harus menunggak pembayaran listrik untuk memasok perusahaan dari negara-negara tetangga. Sebagai penguasa baru, Taliban tidak mendapatkan pengakuan dari PBB, termasuk negara-negara anggota PBB lainnya. Hal-hal semakin kompleks ketika ISIS mulai meledakkan bom di bawah rezim Taliban. 

Ini bukan benar-benar kesalahan Taliban, karena Afghanistan belum mampu menjadi negara merdeka selama dua puluh tahun terakhir. Hampir 80 persen pengeluaran negara berasal dari bantuan luar negeri yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun