Mohon tunggu...
Dhimar
Dhimar Mohon Tunggu... Freelancer - Yang masih terus berjalan

S1 dan Pensiunan pegawai BUMN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Keruh

19 Desember 2019   06:35 Diperbarui: 19 Desember 2019   06:35 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala itu, sudah beberapa waktu saya mengalami gangguan pada mata. Saat siang hari, begitu keluar ruangan dan kena sinar mata hari siang, lantas mata berair, bilamana malam hari, khususnya menatap sorot lampu mobil, mata terasa sangat silau dan pandangan menjadi gelap beberapa saat setelah mobil lewat. Kalaupun sakit mata yang pernah saya alami, hanyalah belekan (kena virus, mata menjadi merah), dan saya belum pernah periksa ke dokter mata sekalipun. Karena itu saya harus periksa ke dokter mata, karena sudah sangat mengganggu.

Pagi itu saya putuskan pergi ke dokter mata. Saya memilih rumah sakit yang dekat dengan rumah, di RS Angkatan Laut Petamburan (Pelni), Jakarta. Sayapun segera mendaftar dan antri ke dokter mata (kalau tidak salah ingat beliau dr. Syafril Murad, adalah dokter Angkatan Laut pada saat itu, 1988).

Di dalam antrian, saya nomor tiga atau empat. Tidak lama menunggu kemudian sayapun dipersilakan masuk. Sayapun menceritakan keluhan gangguan pada mata saya, dokter segera memeriksa dengan menggunakan peralatan yang tersedia. Saat meneropong mata saya, terlihat dokter bertindak dengan cermat dan teliti, dan sesekali menatap tajam ke arah muka saya. Setelah selesai, sayapun kembali ke tempat duduk yang berhadapan dengan dokter untuk siap menerima hasil pemeriksaannya.

"Tampaknya saudara hanya kelelahan, mata lelah !". Apakah saudara bekerja dengan peralatan komputer ?".

 "Iya dok" jawab saya singkat.

Tampak dokter diam sebentar, kemudian melanjutkan,"Sebaiknya jangan terus menerus menatap layar komputer, di sana ada radiasi dan bisa merusak mata". Dan sesekali istirahat, carilah pandangan ke luar jendela, tataplah pemandangan di luar, birunya langit, hijaunya pohon-pohon ataupun lihatlah orang-orang dan kendaraan yang lalu lalang di jalanan".

Kemudian, dokterpun menatap mata saya dengan tajam, namun tidak menampakkan kegusaran ataupun pandangan yang tidak mengenakan. Tatapan mata dokter itu terasa sejuk dan bersahabat. Advispun diberikan, namun tidak sebagaimana biasanya, ke luar konteks dari advis kesehatan mata pada umumnya.

"Sebaiknya Saudara lebih fokus kepada sesuatu hal, jangan memaksakan kehendak". Belajarlah untuk mengukur kapasitas dan kemampuan, perhatikan lingkungan dan waspada. Kenali lingkungan, di depan, belakang, kanan dan kiri, juga jangan lupakan yang di atas maupun yang di bawah. Semua ada ukurannya dan jangan melebihi batas".

"Ibaratnya, kapasitas Saudara hanya mampu membersihkan air sebak kamar mandi, jangan coba-coba membersihkan air sekolam renang, nanti bukannya air menjadi bersih dan jernih tetapi justru akan menjadi keruh".

Tampaknya kewaskitaan dokter itu sudah masuk ke relung hati saya yang paling dalam. Bukan hanya gangguan atau sakit mata saja yang tampak tetapi juga permasalahan yang berkecamuk di dalam mata hati saya.

Akhirnya, ini yang menguatkan saya. Pesan moral dan sekaligus obat mata saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun