Mohon tunggu...
Suharti
Suharti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pedagang Pasar/Ibu Rumah Tangga

Menulis apapun selama kau mampu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ajari Aku Jadi Tua-tua Keladi, Fred!

23 November 2018   10:03 Diperbarui: 24 November 2018   09:49 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fred membisu, wajahnya tegang. Tangannya erat memegangi tongkat, sesekali mengetukkannya di lantai mobil. Tiba-tiba tangan kirinya menjulur ke pundakku, yang duduk di kursi depan.

"Stop di sini dulu ya," pintanya. Meski Bule', dia fasih bahasa Indonesia lho.

Minibus rombongan minggir ke tepi jalan ketika hendak pulang dari hutan-wisata. Sesekali memegangi perutnya, Fred keluar bergegas ke arah semak belukar. Ini kali ketiga Fred minta turun, untuk melepaskan BAB. Apa dia sedang diare, ya?

"Pak Her, kita maju dekat pohon itu ya,"pintaku pada supir.

Mobil terjerembab dalam lumpur. Her menginjak gas full. Ban berputar ditempat, sempat 7-menitan, akhirnya mencengkram tanah, dan berhasil mendekat pohon, lantas berhenti lagi.

"Waduu, mogok ," ujar Her.


Her keluar, dan membuka kap mobil.

"Overheat, airnya cekat, maaf saya lupa nambahin tadi," sahutnya keras.

"Ahh, baru 4 Km beranjak, masih ada 31 Km jarak ke penginapan," batinku.

Aku dan Lukman keluar dari mobil bersamaan.

"Ini cuman ditambah air, normal lagi kok, tapi kita punya air cukup, gak,?"ujar Lukman meyakinkan kami.

Aku melihat kemana  Fred berjalan tadi.

"Lihat, di seberang lembah itu, ada sungai kecil-kan, Fred pasti mencari air," ujarku

sumber foto : pexels.com
sumber foto : pexels.com
Aku menggapai HPku, kuhubungin Fred, tapi mati, mungkin sinyal lemah. Ku-SMS saja, memastikan adakah air yang cukup, yang bisa dibawa kemari.

Kulihat jam, pukul 17.15. Empat orang di rombongan, Istri Lukman, Prita beserta Kevin anaknya. Dan juga Anggi dan Kanaya masih tenang di dalam Minibus. Lukman dan Her masih mengamati radioator mesin.

Berapa lama waktu yang diperlukan mesin dingin dan normal lagi? Entahlah. Ini sepertinya gambling! Ya sudah, aku menghubungi temanku di kota, menjemputku dengan mobil lain, ya just-in-case!

Lagi-lagi sinyal masih tipis, ku-SMS sajalah dia, soal ini.

Teringat pula, Pak Ucok, petugas hutan  di pintu masuk, tadi pagi memberikan hotline. Coba-coba kutelpon, meminta bantuannya.

"Kami ada masalah di sini, bla..bla..bla.... cepat kemari ya," pintaku.

"Siap, pak," Ucok menyanggupi datang dalam waktu 15-20 menit-an kemari.

Hatiku tenang sesaat. Kulihat matahari mulai tenggelam. Tak terasa gelap memburamkan mata.

Tiba-tiba, tiga ekor anjing hutan, menggonggong di hadapan kami. Kami masuk ke dalam mobil. Kanaya gelisah, Kevin mulai takut, Prita mendekapnya erat. Ah, Anggi terlihat cuek-bebek.

Suara motor mengerang keras dari belakang. Ucok turun, melemparinya dengan batu, dan mereka lari ke arah sama yang Fred lalui.

sumber foto : pexels.com
sumber foto : pexels.com
"Di sini, memang lintasan hewan untuk mencari air, ke sungai itu," ujar Ucok dari luar jendela mobil.

"Mana Jeriken dan airnya," tanyaku

 "Ada lubang longsoran disana, saya terperosok tadi, jeriken dan airnya jatuh dari kaitan motor, mobil sepertinya juga tak bisa melaluinya," ucapnya.

Hpku bergetar, ada SMS masuk, kuharap itu Fred. Ternyata SMS balasan temanku. Dia On-The-Way meminta waktu 2 jam-an kemari. Namun, dia meminta titik lokasi yang jelas, segera.

 "Aduh, Battery dan sinyal sama-sama low," keluhku.

Ini hampir pukul 18.00.  Ya ampun, binatang malam akan lalu-lalang menuju sungai itu.

Suara Pluit "priit..priit...priitt" menggema dari arah sungai. Itu barangkali Fred, karena meski tua, dia teliti membawa perlengkapan survival-nya setiap berpergian menjelajahi hutan.

"Lukman, kamu dengar? Itu pasti Fred,"ucapku.

Tanpa pikir, aku mengajak Lukman mencari Fred. Ucok kuminta tinggal berjaga bersama Her, membuat api unggun, mencegah hewan buas di dekat mobil. Lainnya, berdiam saja di dalam mobil.

"Bolehkah aku pinjam botol air ditasmu itu," Tanyaku ke Kanaya, dia mengangguk.

Lekas kuambil, kumasukan dalam ranselku, agar bisa mengisinya di sungai. Senter milik Ucok terang melawan gelap, menuntun kami ke arah sungai itu. Sesampai di sana, kami tak menemukan Fred.

Pluit itu terdengar lagi berjarak 100 meter dari sungai.

"Itu Fred,"Ujar Lukman.

Kami menemukan Fred terkepung gerombolan kera liar di rimbunya hutan. Di tasku, masih tersisa dua-pax nasi sisa konsumsi. Lekas kulemparkan ke dekat sungai. Gerombolan kera akhirnya  lari mengejar makanan itu.

Fred berkisah, ketika hendak BAB, ia bertemu dengan dua-orang yang tinggal di dusun terpencil di atas sungai, untuk mengambil air. Air sungai itu begitu penting, menurutnya. Fred tidak tega membuang hajatnya di sana.

Beruntung, seorang dari mereka bisa berbahasa Indonesia, meski terbata. Dan menawarkan toilet ala mereka di pinggiran selokan dekat dusun. Fred berbincang lama di sana, dan pulang dalam gelap. Lalu bertemulah dengan segerombolan kera.

Dia meniup Puit, agar warga tadi mendengar dan menolongnya. Namun, mereka tidak mengenali tanda itu.

"O begitu, Ya sudahlah ayo kita kembali,"ajakku

Sesampai di mobil. Lekas saja, air itu dimasukkan Her ke dalam wadah radiator, berharap mesinnya segera dingin.

"Kondisi jalan yang rusak- longsor tidak memugkinkan, meski mobil ready," ujarku ke Fred.

Fred, bercerita untuk mencapai dusun terpencil itu hanya berjarak 400 meter dari sini. Dan ada jalan dari Dusun menuju dekat pintu hutan yang bisa memotong jarak sekitar 15 Km. Jalan itu melalui ladang Jagung,ada jalan setapak memungkinkan untuk dilalui mobil. Dia sudah menjelajahinya sembari mencari tempat BAB

"Aku pernah tau jalan itu,aku kenal kepala dusunnya,"Ujar Ucok.

Pukul 18.00, Senja mulai larut. Kanaya memegangi terus Hp-nya, berharap sinarnya menjaganya dalam gelap. Kevin mendekap ibunya, kuharap asmanya tidak kambuh terpapar malam. Anggi masih asik dengan kamera-nya, sambil mengunyah coklat.

"Oya ini ada coklat, cobalah," kata Anggi, mengeluarkan semua dari tasnya.

Yowess, mempertimbangkan petunjuk Fred. Akhirnya aku meminta Ucok mengantarkan kami ke dusun itu, dengan motornya. Waktu 7 menitan, memungkinkan bisa untuk bolak-balik menjemput kami saut-satu pulang-pergi, sembari kami jua berjalan kesana. Biar nanti mobil sedan menjemput di dusun, mengantar 2 kloter ke penginapan. Karena waktu tempuh dan waktunya jadi lebih pendek.

"Bu Prita bersama Kevin, ikut bersama Ucok dulu ya," ujarku

Kulihat  Prita mengenggam Smartphone, tersemat aplikasi Facebook. Aku meminjamnya, dan membuat status "AKU DISINI" kutag akun temanku tadi sambil melampirkan posisi Dusun. Semoga dekat Dusun, ada sinyal internet lewat.

"Bu Prita, sesampai didusun click send ya,"ujarku

"Baiklah, ayo Anggi, Kanaya, keluarlah, kita berjalan. Anggap saja ini bonus wisata," ajakku

"Mobilnya gimana," tanya Her.

"Tinggal saja, jika yakin baik setelah mesin dingin. Besok Ucok membawanya ke pintu depan. Dan siang setelah rombongan selamat pulang ke rumah masing-masing, kita jemput Minibusmu," jawabku.

sumber foto : pexels.com
sumber foto : pexels.com
Jalan gelap, senja memancarkan lukisan malam. Her mulai menurunkan ransel rombongan. Masing-masing kami menggendong satu. Anggi menyorot lampu Hpnya kedepan, meski batrainya lemah.

Senter Ucok yang dipegang Fred dan tongkatnya menjadi pemandu jalan kami menuju Dusun itu.

"Sebelum berangkat, pakai dulu lotion anti-nyamuk, biar gak kenyamukan," ujar Lukman, merogoh tasnya.

Hingga menuju sungai, Anggi melihat anak kuskus merangkak ke ranting dahan. Dikekernya perlahan dengan kameranya sambil berjalan, tak sadar, kakinya terjebak dalam kayu jembatan. Dan terkilir.

"Aduuh," rintihnya

"Hantuuuuuuu," teriak Kanaya ketakutan.

Fred, sigap menggapai Anggi. Meski terkilir, Anggi masih saja mendahulukan kamera dan semua asesorisnya untuk diselamatkan.

"Kita perban dulu, ini ada krim pereda nyeri,"Fred mengeluarkannya di tas.

Tak lama, Ucok datang. Segera saja Anggi diantar ke dusun, dengan kaki terpincang-pincang.

Tinggal kami ber-lima, melanjutkan hingga ke dusun itu. Kanaya dalam suasana cemas sangat tinggi. Aku coba menenangkan, sinar Hpnya disorotnya ke segala arah.

Akhirnya, kami sampai ke dusun itu dengan selamat. Dan Kanaya lulus menghadapi ujian ketakutannya.

sumber foto : pexels.com
sumber foto : pexels.com
Kami disambut hangat, oleh warga dusun yang ditinggali 20 orang itu. Kami disajikan air hangat, ubi dan jagung rebus sebagai ucapan selamat datang. Banyak hal yang menarik di dusun itu dengan segala keterbelakannya. Ini bonus-track dari wisata kami hari ini.

Mobil temanku datang, sekitar 1,5 jam dari 2 jam perencanaan. Artinya rombongan bisa diantar ke penginapan dua kloter. Yang terpenting semuanya selamat dan bisa tidur tenang malam ini.

Kloter pertama, Lukman sekeluarga plus Anggi. Setelahnya baru kami.

Aku berterimakasih banyak pada Fred. Di usianya yang tua---78 tahun--, dia masih bermanfaat sebagai solusi permasalahan.

"Huh dasar tua-tua keladi kamu Fred. Sebagai pemandu wisata pemula, aku belajar padamu Fred!" batinku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun