Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Hari Buruk untuk Pembohong

15 Mei 2016   08:52 Diperbarui: 15 Mei 2016   16:22 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Renda Purnama pada Cerpen. Sumber: lakonhidup.wordpress.com

Hari itu adalah hari yang buruk bagi pembohong. Hari itu tidak akan pernah dilupakannya. Hari itu, untuk kali pertama, pembohong itu berkata jujur. Satu hari menjelang pemilu.

***

Di sepanjang jalan Anumerta, sudah berjejer gambar Sunaryo. Pada gambar itu ia tampak gagah betul: mengenakan jas hitam, dasi merah, kemeja putih dan di atas kepala kopiah yang di ujung sebelah kanan depan menempel sebuah pin bendera merah putih. Sunaryo mencalonkan menjadi kepala daerah untuk sebuah kabupaten yang biasa-biasa saja. Jauh dari hiruk-pikuk perpolitikan nasional dan potensi sumber daya yang a la kadarnya. Kata cukup, selalu lebih sering terdengar tenimbang kekurangan atau kelebihan.

Berpasangan dengan Djumadi, seorang pedagang ternama, Sunaryo siap merebutkan satu kursi pemerintahan daerah.

Sunaryo sendiri awalnya tidak percaya kalau ia mendapat dukungan penuh oleh partainya. Sebab ia hanyalah kader yang biasa saja. Kader partai yang manut setiap diberi tugas. Sedangkan Djumadi diminta menjadi pasangannya karena bisa membantu untuk keperluan kampanye.

"Jika usahamu ingin semakin besar, berpolitiklah. Ikut dengan saya. Menjadi wakil tak apa. Yang penting kamu punya jabatan. Akan banyak proyek untukmu," begitu rayu Sunaryo pada Djumadi satu waktu.

Djumadi tentu mau. Dengan cepat ia sepakat. Saat itu juga di tempat.

Lalu disusun rencana demi rencana bila mereka nanti menang pemilu. Hebat betul mereka memang, belum apa-apa sudah memperhitungkan akan dapat apa saja. Pembagian dibuat rata. Lebih banyak untuk Djumadi pun tidak mengapa, pikir Sunaryo ketika itu, yang ia ingin hanyalah bisa kembali bersama dengan kekasihnya terdahulu. Ia tidak ingin dicampakan untuk kali ketiga.

Sunaryo meninjau tempat-tempat yang sudah dipenuhi baliho atau poster atau apa saja alat kampanye. Salah satunya di jalan Anumerta Pada sepanjang jalan itu juga kenangan dan ingatan Sunaryo lahir, kemudian mati.

***

Malam itu terasa gerah sekali. Hujan tidak jadi turun setelah seharian langit terlihat murung. Sunaryo saat itu sedang duduk-duduk di sebuah cafe di jalan Anumerta untuk menyelesaikan tulisannya. Ia memesan segelas susu strawberry dengan ukuran besar. Cafe itu tidak terlalu ramai, pengunjungnya masih bisa dihitung dengan jari. Lalu, dari daun pintu datang Sheila, teman kampusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun