Ia hidup di jalan-jalan gelap
dan tumbuh ditiap pertemuan-pertemuan malam,
mukanya tirus karena jarang makan,
rambutnya awut-awutan.
Di bawah sorot lampu jalan,
laki-laki itu menghisap rokok sangat dalam.
Ada yang ingin dibuangnya
ke udara; ke ruang yang tak ada batasnya.
Ia hidup di jalan-jalan gelap
yang berbau melati.
Jalan itu jalan kematiannya.
Sambil membawa kumpulan puisi W.S. Rendra
dan Madilog - Tan Malaka,
aroma tubuh dan jejak langkahnya mudah ditemukan.
Adakah sebuah tempat untuk sembunyi?
Malam adalah sunyi.
Angin adalah sepi.
Laki-laki itu ditimpa kemalangan
karena hidup di zaman pemberontakan.
Di sekolah, ia diajarkan untuk menurut,
tapi di jalan, orang-orang sibuk menuntut.
Laki-laki malang itu ingin sembunyi.
Beberapa orang datang,
semuanya menggunakan jas kulit hitam
seperti ingin memberi pertolongan.
Ia dibawa lari.
Disembunyikan sampai tak lagi ditemukan.