Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Surat Terbuka buat Komika yang Masih Saja "Open Mic"

26 November 2018   09:15 Diperbarui: 25 Agustus 2022   14:24 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ridwan Remin saat menutup #OpenMicBGR pada Jumat (19/10.2012) di BullWings Cafe. [Foto: Mimin @StandUpIndo_BGR]

Lucu juga baca tulisannya Ridwan Remin yang bilang kalau open mic itu masih penting buat komika. Apa, iya? Buat komika, betul; tapi buat yang menontonnya? Lantas buat yang ingin duduk-duduk santai di tempat para komika open mic bagaimana?

Begini. Begini lho, tahu apa itu open mic, kan? Buat yang belum tahu, sini biar tak jawab. Open mic itu, umumnya di Indonesia, digunakan oleh komunitas stand-up comedy sebagai tempat latihan. Apa yang dilatih? Semua. Yha, materi yang baru ditulis; bagaimana mesti menyampaikannya supaya pas; sampai melihat respon penonton atas materi tersebut.

Yha pokoknya seputar itu.

Laiknya pemain sepakbola, para komika juga mesti latihan. Sederhananya, semakin sering latihan maka akan berbanding lurus dengan hasilnya. Jika latihannya serius, besar kemungkinan hasilnya bagus. Paling tidak sesuai seperti yang diharapkan.

Anggaplah seorang komika ingin melatih materi yang baru ditulisnya. Satu malam dia mendatangi open mic dan mencobanya di sana. Berhasil, sesuai yang ia harapkan: pecah (istilah yang umum digunakan untuk menilai atau menggambarkan kalau berhasil membuat penonton tertawa). Materi itu ia simpan. Ditabung, kalau sewaktu-waktu dapat job untuk mengisi acara bisa ia gunakan.

Lalu bagaimana jika tidak berhasil? Tentu parameternya respon penonton, mereka tidak tertawa. Setelah open mic komika tersebut akan menulis ulang materinya, mengubah bagian-bagian yang dianggap tidak lucu dan mencobanya lagi di open mic lainnya.

Seperti yang ditulis Ridwan Remin, tujuannya open mic itu:

"... jadi tau tipe jokes kayak gimana aja sih yang lagi disukain sama penonton? Terus kira-kira kalau tipe jokes itu dicocokin sama karakter gua masih bisa gak nih gua bawainnya? Kalau gak bisa, gimana caranya gua gak ikut-ikutan ngebawain jokes yang sama kayak yang lain tapi masih bisa survive? Dan jawabannya cuma bisa gua dapet ketika gua dateng ke open mic."

Terus seperti itu. Dan itulah habit open mic. Itulah mengapa, menurut Ridwan Remin, open mic itu penting bagi seorang komika.

Namun, seperti pertanyaan pada awal tulisan ini, bagaimana dengan penontonnya? Bagaimana bagi seseorang yang sekadar datang ke sebuah tempat di mana tempat tersebut digunakan open mic?

Jawabannya sederhana: terima saja. Jika bisa menikmati komika yang sedang latihan, nikmati saja. Jika tidak bisa, ungkapkan langsung. Tidak apa-apa, itu hak setiap orang untuk tidak diganggu --jika memang yang latihan justru malah mengganggu, bukan menghibur dengan setiap joke yang dibawakan komika-- ketika sedang ada di tempat tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun