Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Health Promoter

Master of Public Health | Praktisi Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Alasan Mengapa Anggota DPR Tak Perlu Lagi Mendapatkan Uang Pensiun

7 Oktober 2025   12:51 Diperbarui: 7 Oktober 2025   12:51 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Harian Jogja

3. Beban Fiskal dan Ketidakefisienan Anggaran

Berdasarkan estimasi, ada sekitar 5.175 mantan anggota DPR yang berhak atas pensiun seumur hidup. Dengan rata-rata tunjangan Rp 400 ribu hingga Rp 3,6 juta per bulan, negara harus mengeluarkan dana miliaran rupiah setiap tahun untuk pembayaran pensiun yang tidak produktif secara fiskal.

Dalam konteks efisiensi keuangan negara, alokasi dana tersebut bisa dialihkan ke sektor yang lebih berdampak langsung, seperti peningkatan jaminan sosial bagi pekerja informal, beasiswa pendidikan, atau program pencegahan stunting. Negara dengan sistem pensiun politik yang terlalu dermawan bisa saja cenderung mengalami penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan meningkatnya sentimen ketidakadilan sosial. Indonesia tidak boleh terjebak dalam pola yang sama.

4. Reformasi Kelembagaan dan Etika Publik

Mencabut hak pensiun DPR bukan berarti menafikan penghargaan terhadap pengabdian mereka. Namun, penghargaan itu bisa diwujudkan dalam bentuk lain, seperti sertifikat kehormatan, akses jejaring profesional, atau program transisi karier.

Reformasi sistem pensiun DPR juga akan menjadi simbol etika publik baru, bahwa kekuasaan bukanlah sarana memperkaya diri, melainkan kesempatan untuk berkontribusi. Menghapus pensiun seumur hidup justru memperkuat citra DPR sebagai lembaga yang mampu beradaptasi dengan semangat zaman yakni transparansi, efisiensi, dan tanggung jawab sosial.

Sebagai contoh, Selandia Baru telah menghapuskan pensiun seumur hidup bagi anggotanya sejak tahun 1990-an dan menggantinya dengan sistem tunjangan purna jabatan selama maksimal 6 bulan pasca-masa tugas. Tujuannya jelas untuk menjaga martabat jabatan publik, tanpa menciptakan beban negara jangka panjang.

5. Jalan Tengah yang Manusiawi

Kritik terhadap pensiun DPR bukanlah penolakan terhadap kesejahteraan manusia. Justru sebaliknya, ini adalah seruan agar sistem menjadi lebih manusiawi dan adil. Jika kesejahteraan pasca-jabatan memang dibutuhkan, maka skema kontribusi bersama (shared contribution system) bisa diterapkan, di mana anggota DPR ikut menyisihkan sebagian gajinya untuk tabungan pensiun pribadi, sebagaimana sistem BPJS Ketenagakerjaan.

Dengan demikian, hak pensiun bukanlah "hadiah" dari negara, tetapi hasil dari tanggung jawab finansial pribadi selama menjabat. Prinsip ini lebih sehat secara moral, ekonomi, dan etika publik.

Reformasi politik tidak hanya diukur dari undang-undang baru atau sistem pemilu yang lebih transparan. Ia juga tercermin dalam keberanian lembaga negara untuk mengoreksi privilese yang tidak lagi relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun