Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Health Promoter

Master of Public Health | Praktisi Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika AI Mengubah Wajah Promosi Kesehatan

10 Juli 2025   13:34 Diperbarui: 10 Juli 2025   13:34 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan dalam konteks promosi kesehatan, perasaan didengarkan bisa menentukan apakah seseorang akan mengambil langkah pencegahan atau tidak.

Namun mari bersikap jujur. AI bukan tanpa cela. Ia secerdas data yang diberikan padanya. Jika data yang dipakai untuk melatihnya berasal dari kota besar saja, maka suara perempuan adat, lansia dari desa terpencil, atau anak muda yang hidup di pinggiran, bisa hilang dari sistem. Bias algoritma adalah hantu yang tak boleh kita abaikan.

Lalu ada soal privasi dan etika. Siapa yang menyimpan data kesehatan yang diketikkan warga ke chatbot? Apakah aman? Apakah bisa diperdagangkan diam-diam oleh perusahaan besar?

Dan yang tak kalah penting: interaksi manusia. Kita tidak sedang berfantasi bahwa mesin bisa menggantikan kehangatan seorang bidan yang memegang tangan pasiennya. Tapi kita sedang berbicara tentang kolaborasi yang mungkin: ketika manusia dan mesin bekerja bersama untuk menjangkau yang selama ini tak terjangkau.

Maka, di tengah tantangan dan harapan ini, satu hal yang pasti: kita tidak bisa lagi mempromosikan kesehatan dengan cara yang sama seperti dua dekade lalu.

Hari ini, promosi kesehatan bukan hanya soal menyebar informasi. Ia adalah seni menjalin relasi, membangun kepercayaan, dan menciptakan percakapan. Dan, AI bisa menjadi alat yang sangat efektif dalam proses ini. Dengan integrasi pada platform digital, pemanfaatan machine learning, hingga pengembangan sistem cloud yang aman dan kolaboratif, AI menjadi tangan tambahan bagi tenaga kesehatan dan pemimpin komunitas.

Namun agar AI benar-benar berarti, kita harus menggunakannya dengan bijak. Dengan regulasi yang jelas, prinsip etika yang kokoh, dan partisipasi masyarakat sejak awal. Karena teknologi sebesar apapun hanya akan seefektif nilai yang menggerakkannya.

Jadi, AI bukan sekadar alat. Ia adalah jendela menuju cara baru memahami manusia dengan data, dengan pola, namun tetap harus dibingkai oleh empati.

Dan dalam dunia kesehatan, empati itulah yang membuat mesin bisa ikut menyembuhkan. Bukan karena ia menggantikan kita, tapi karena ia memperkuat kita. Kita, para manusia yang memilih untuk tidak berhenti peduli. Tulisan ini mungkin adalah sebuah pendapat dan khayalan, namun siapa tahu suatu saat nanti kitab isa memaksimalkan AI sampai ke daerah terpencil. Semoga!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun