Kenakalan anak dan remaja sering kali menjadi momok yang menakutkan bagi orang tua, guru, dan masyarakat. Ketika seorang anak mulai menunjukkan perilaku menyimpang-mulai dari membolos sekolah, berbohong, hingga terlibat perkelahian, banyak yang langsung memberi label "nakal" tanpa memahami apa yang sesungguhnya terjadi di balik perilaku tersebut.Â
Padahal, kenakalan bukanlah sekadar hasil pilihan buruk semata, melainkan buah dari rangkaian faktor yang saling berkelindan, baik dari dalam diri anak maupun lingkungan di sekitarnya.
Penelitian psikologi dan sosial telah mengungkap bahwa perilaku kenakalan pada anak dan remaja berakar dari berbagai faktor yang kompleks. Pertama, ada faktor internal yang berasal dari dalam diri anak sendiri.Â
Masa remaja adalah fase penuh gejolak, di mana otak mereka masih berkembang dan kemampuan mengendalikan impuls serta memahami konsekuensi belum sempurna.Â
Ketika mereka menghadapi tekanan, kebingungan identitas, atau emosi yang sulit diatur, perilaku menyimpang bisa menjadi pelarian atau bentuk ekspresi diri.
Namun, akar kenakalan tidak hanya terletak pada anak. Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama memiliki peran krusial.Â
Pola asuh yang kurang tepat, entah karena kurangnya perhatian, pengawasan yang longgar, atau justru terlalu keras, serta keluarga yang tidak harmonis, dapat membuat anak merasa terabaikan dan mencari pelarian di luar rumah.Â
Komunikasi yang renggang antara orang tua dan anak seringkali membuka celah bagi pengaruh negatif dari luar, terutama dari teman sebaya.
Teman sebaya memang memiliki pengaruh yang sangat kuat di masa remaja. Lingkungan pertemanan yang negatif, ditambah dengan tinggal di lingkungan yang rawan kekerasan atau kriminalitas, membuat anak lebih rentan terjerumus dalam kenakalan.Â