Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Health Promoter

Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan dengan Si Tua yang Bijak

30 Juni 2019   17:55 Diperbarui: 30 Juni 2019   18:34 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: smithsonianmag.com


Waktu menunjukkan pukul 5.00 pagi. Dua orang kakak beradiktelah terbangun dari dinginnya malam. Jaket yang tebal dan selimut menjadi tamengdari sengatan dingin.

Hari libur ini digunakan mereka untuk berlibur ke kampunghalaman. Desa yang terletak di kaki gunung memang selalu dingin. Apalagi saatmalam hingga pagi hari, semua orang akan gemetar jika tidak menggunakan pakaianyang hangat.

Seperti kebiasaan, mereka membuat api unggun di sampingrumah. Kali ini aku diajak pula untuk menemani rasa dingin mereka.

"Bagaimana keadaan perusahaan tempatmu bekerja?" tanya sangkakak membuka perbincangan sambil menikmati hangatnya api unggun.

"Baik sekali, bulan depan aku akan diangkat sebagai direktur.Semuanya berkat kinerja baik yang telah kulakukan." Sang adik menjawab sambilbersila di hadapan kakaknya.

"Bagus sekali. Semoga kau bisa mengerjakan semuanya denganbaik. Menjadi pemimpin memang susah. Sebagai seorang Rektor, aku hampir takpernah beristirahat dalam mengurusi banyak pekerjaan." Ucap sang kakak seakantak mau kalah dalam memamerkan kehebatannya.


Aku hanya bisa mendengar mereka berkoar-koar tanpa hentimengenai jabatan serta kelebihan mereka. Tak hanya sampai di situ, mereka jugamembandingkan besaran gaji masing-masing.

Sedari tadi aku tak digubris sedikitpun. Mereka terus sajamembicarakan kehebatan masing-masing. Andaikan aku bisa pergi dari sini, sudahdari tadi kulangkahkan kaki.

Pembicaraan ini sangat tidak menyenangkan. Kulihat merekaberdua seakan tak mau kalah satu sama lain. Bisa kubayangkan bahwa akhir dariadu bicara ini adalah permusuhan dan pertengkaran. Apakah rasa dingin membuatotak mereka yang katanya hebat tersebut menjadi beku?

"Dasar kekanak-kanakan. Mereka kira aku tidak sehebatmereka? Kalau mau, akan kupamerkan kehebatanku juga." Hatiku mulai gusarmelihat tingkah kedua orang ini.

"Sudahlah nak. Mereka mungkin belum menyadari bahwa hidupini singkat." Ucap seorang tua yang sedari tadi bersama kami.

"Bagaimana denganmu? Apakah dulu kau juga hebat?" Aku lalupenasaran pada si tua yang sedari tadi hanya tersenyum.

"Yah. Aku memiliki sebuah carita untukmu. Dahulu, ada sebuahpohon yang sangat besar. Banyak buah yang dia hasilkan. Bahkan pemiliknyamenjadi sangat kaya karena hasil panen darinya. Selain itu, dia juga selalumenjadi tempat perteduhan favorit bagi banyak orang." Ucap si tua ini menceritakantentang sebuah pohon.

"Apa yang terjadi dengan pohon itu?" tanyaku padanya lagi.

"Ia lalu menjadi tua. Masa kehebatannya berakhir dan sudahtidak bisa berbuah lagi. Akhirnya ia ditebang dan dijual. Orang-orang lalumembelinya dan menjadikannya sebagai kayu untuk api unggun."

Aku lalu kaget, si tua ini memang sedang menceritakan masalalunya. Ternyata, dulu si kayu tua yang sedang bersamaku sekarang adalah pohonyang luar biasa.

 "Apakah kau tidakmenyesal menjalani masa tua seperti ini? Tidak kulihat raut kekecewaan darimusama sekali." Aku lanjut bertanya pada si kayu tua yang selalu tersenyum ini.

"Jelas tidak nak. Bahkan di masa akhir hidupku, aku tetapbermanfaat untuk menghangatkan orang-orang." Jawab si kayu tua bijak ini.

"Lalu, apa itu arti hidup yang bermanfaat bagimu? Bukankah dulu,hidupmu lebih bermanfaat?" Aku semakin senang mendengar setiap perkataannya.

"Bagiku, sekarangpun hidupku masih bermanfaat. Karena hidupyang bermanfaat bukanlah tentang sebagai apa posisi kita. Akan tetapi, dalamposisi maupun keadaan apapun, kita tetap bisa berguna bagi orang lain." Jawabnyadengan yakin.

Aku lalu menjadi sangat malu. Seperti kedua kakak beradikyang sedang bertangkar ini, aku juga sangat sombong. Bahkan aku bangga ketikabisa menghanguskan satu kawasan kota dengan panas diriku yang membara.

Aku tak pernah puas jika hanya digunakan untuk membakarlilin kecil. Aku sangat ingin melahap semua yang berada di depanku. Apakah akuberguna?

Terkadang berguna, terkadang merugikan. Semuanya tergantungpada orang yang menggunakanku.

Hatiku lalu gundah gulana. Di tengah keresahan hatiku, keduapria yang sedari tadi bertengkar tentang kehebatan mereka akhirnya berhenti.

"Nampaknya otak mereka yang sedari tadi beku sudah mencair."Kataku menyidir mereka.

"Terima kasih atas kehangatannya. Untung saja kayu di sinibagus-bagus. Apinya jadi bisa bertahan sangat lama." Mereka lalu masuk kembalike dalam rumah mereka.

"Sama-sama kawan." Balas si kayu tua.

"Aku juga harus bergegas. Setelah ini, akan kemana dirimu?"tanyaku pada si kayu tua.

"Entahlah, mungkin saja akan menjadi arang untuk membakarsate, mungkin saja akan lansung dibuang. Bagaimana denganmu?" Ucapnya pasrah.

"Aku akan pergi ke tempat yang dapat mempekerjakanku." Aku jugapasrah.

"Baiklah, sampai jumpa. Semoga kita bisa bertemu lagi." Ucapsi kayu tua yang sangat bijak ini.

"Sampai jumpa. Senang bisa bertemu denganmu." Ucapku sambilberlalu.

Begitulah pengalamanku bertemu dengan sebuah kayu tua yangsangat bijak. Semoga yang menggunakanku adalah orang yang baik sehingga aku bisabermanfaat dan tak membawa celaka.

Kupang, 30 Juni 2019
Harry Andrean Dethan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun