Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pungli Rp15 Ribu, Dicopotnya Kepsek, dan Luka Sistemik dalam Dunia Pendidikan Kita

24 Juli 2025   22:25 Diperbarui: 24 Juli 2025   22:25 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(SHUTTERSTOCK/ATSTOCK PRODUCTIONS via KOMPAS.com)

Oleh: Harmoko

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Satu amplop, satu tanda tangan, dan satu kepala sekolah dicopot. Kasus di SD Negeri Jaticempaka, Bekasi, yang tampak sepele---pungutan liar Rp15.000 per siswa---ternyata berbuntut panjang. Tak hanya mencoreng wajah lembaga pendidikan, tapi juga membongkar luka lama yang selama ini hanya ditutup dengan perban opini publik: soal transparansi, pengawasan, dan moralitas di sekolah dasar kita.

Rp15.000 memang kecil---lebih murah dari harga boba jumbo atau parkir seharian di mal. Tapi dampaknya luar biasa: sang kepala sekolah dicopot, masyarakat heboh, dan instansi pemerintah dipaksa turun tangan. Yang membuatnya menarik bukan hanya nilai nominalnya, melainkan konteks, pola, dan pesan sistemik yang menyertainya.

Mari kita bedah satu per satu. Karena ini bukan cuma cerita tentang pungli. Ini adalah alarm dini tentang bagaimana korupsi skala mikro bisa menular jadi pandemi etika dalam dunia pendidikan.

Uang Capek yang Bikin Malu

Dari pemberitaan di berbagai media, Kepala SD Negeri Jaticempaka, berinisial SM, diduga menarik pungutan sebesar Rp15.000 per siswa sebagai "uang capek" untuk tanda tangan ijazah. Alasannya? Katanya sudah lelah tanda tangan ratusan lembar ijazah. Aduh, Bu, kalau capek ya tidur, bukan narik pungli...

Pungutan ini dilaporkan langsung oleh para orang tua murid kepada Wali Kota Bekasi, lengkap dengan bukti. Tak hanya soal uang capek, ada juga dugaan lain: pungutan untuk ekstrakurikuler, sampul rapor, bahkan intimidasi terhadap guru dan praktik penistaan agama. Salah satu guru mengaku diminta mengaji hanya karena berbeda agama dengan kepala sekolah. Yang begini bukan hanya melanggar hukum, tapi melukai semangat toleransi kita sebagai bangsa.

Wali Kota Bekasi langsung bertindak cepat: SM dicopot dari jabatannya, diganti dengan Pelaksana Tugas (Plt) baru, dan kasusnya masih ditelusuri lebih lanjut oleh Dinas Pendidikan. Sebuah respons cepat yang patut diapresiasi.

Namun pertanyaannya: apakah kasus ini hanya satu percikan api? Atau sebenarnya ada bara lain yang siap membakar bangunan kepercayaan publik terhadap sekolah-sekolah negeri kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun