Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Benarkah Kita Sayang Anak, atau Cuma Takut Dinilai Gagal?

11 Juli 2025   04:55 Diperbarui: 11 Juli 2025   03:35 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah kita benar-benar mendengar anak kita, atau hanya menuntut mereka memahami kita?/Ilustrasi: Gambar ini dihasilkan dengan bantuan AI. (11/7/2025)

Oleh: Harmoko -- Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Saat kita berkata "aku lakukan ini demi kamu", apakah kita sungguh bicara tentang anak? Atau tentang diri sendiri yang takut dianggap orang tua gagal?

Kita mengantar sekolah, ikut les, belikan buku edukatif, daftarkan ke berbagai kursus. Semua demi "masa depan anak". Tapi benarkah itu keinginan mereka---atau hanya daftar panjang pembuktian bahwa kita "orang tua yang layak mendapat pujian"?

Ingin Jadi Orang Tua Hebat, atau Takut Dinilai Gagal?

Kenapa kita marah ketika anak dapat nilai jelek? Karena dia gagal belajar? Atau karena kita takut dianggap tak mendidik dengan benar?

Kenapa kita bandingkan anak dengan anak tetangga? Karena kita ingin dia berkembang? Atau karena diam-diam kita takut kalah dalam kompetisi tak kasat mata antar keluarga?

Kadang, tanpa sadar, kita menggantungkan harga diri pada prestasi anak.

Ketika mereka sukses, kita pamer.

Ketika mereka gagal, kita sembunyi.

Apakah Anak Hanya Cermin Ego Kita?

Anak menangis saat pulang sekolah, tapi kita buru-buru menyuruhnya "jangan cengeng".

Anak mengeluh capek belajar, kita bilang, "Papa dulu lebih susah!"

Anak ingin main lebih lama, kita bilang, "Kalau main terus, mau jadi apa?"

Pertanyaannya: apakah kita mendengar, atau hanya menuntut mereka menjadi versi sempurna dari kita yang dulu tak kesampaian?

Kasih Sayang yang Tersamar Ekspektasi

Kita menyebutnya "sayang". Tapi apakah itu kasih, atau ekspektasi yang dibungkus perhatian?

Anak-anak kita tidak meminta sempurna. Mereka meminta dimengerti.

Mereka tak butuh kita jadi guru privat, tapi jadi tempat aman pulang saat dunia luar membingungkan.

Maka pertanyaannya tetap:

Benarkah kita sayang anak?

Atau kita hanya takut gagal dalam penilaian orang lain---keluarga, tetangga, media sosial?

Kalau benar sayang, sudahkah kita izinkan mereka tumbuh sebagai dirinya sendiri, bukan sebagai trofi yang kita banggakan di grup WhatsApp keluarga?

Harmoko -- Penulis Penuh Tanya
Harmoko -- Penulis Penuh Tanya "Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."/Dokumentasi Pribadi 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun