Ada yang harus merangkak dari nol, bahkan minus.Â
Maka, membandingkan progres kita dengan orang lain ibarat mengadu kecepatan kura-kura dan cheetah---bukan hanya tidak adil, tapi juga tidak masuk akal.
Jika kita terus berjalan, meski perlahan, kita tetap bergerak menuju tujuan.Â
Sebaliknya, jika kita berhenti karena merasa malu dengan kecepatan langkah kita, justru di situlah titik bahaya.Â
Kita terjebak dalam stagnasi, tenggelam dalam rasa minder, dan perlahan kehilangan semangat hidup.
Banyak tokoh besar dalam sejarah membuktikan bahwa kecepatan bukan segalanya. Kolonel Sanders mendirikan KFC saat usianya sudah lewat kepala enam.Â
J.K. Rowling menulis naskah Harry Potter di sela-sela mengurus anak sebagai ibu tunggal, setelah ditolak oleh belasan penerbit.Â
Bahkan tokoh-tokoh spiritual seperti Buddha atau Nabi Muhammad SAW melewati proses refleksi dan kontemplasi panjang sebelum akhirnya menjalankan misi besarnya.
Tak ada yang "terlambat" jika kita konsisten. Kunci utamanya adalah tidak berhenti.
Kita sering terjebak pada hasil: lulus cepat, kerja cepat, kaya cepat. Padahal, proses adalah bagian paling bernilai dalam perjalanan.Â
Di situlah kita belajar ketekunan, kesabaran, dan ketangguhan. Justru ketika kita berjalan lambat, kita punya lebih banyak waktu untuk merenung, mengevaluasi, dan tumbuh secara mendalam.