Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Otak Kita Dijual Murah: Zombie Scrolling dan Ancaman Brain Rot

2 Juli 2025   03:54 Diperbarui: 2 Juli 2025   03:54 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI/Dokumentasi pribadi diolah dengan sistem generative AI 

Pendahuluan: Scroll atau Diserang?

Pernahkah kamu membuka ponsel hanya untuk mengecek jam, tapi berakhir satu jam kemudian menonton video kucing bersuara chipmunk? Jika iya, selamat---kamu tidak sendirian. Fenomena ini punya nama keren sekaligus menyeramkan: zombie scrolling. Kita menjadi makhluk setengah sadar, jari aktif menggulir layar, tapi otak kita entah ke mana. Lebih dari sekadar kebiasaan iseng, ini adalah gejala zaman, gejala algoritma, dan gejala krisis perhatian massal.

Dalam artikel ini, saya mengajak kamu untuk merenungkan ulang---bagaimana scrolling bisa berubah jadi brain rot, apa dampaknya bagi hidup kita, dan bagaimana kita bisa mengambil kembali kendali atas otak yang sudah keburu dijadikan uang kembalian oleh algoritma.

Zombie Scrolling dan Dunia Serba Swipe

Konsep zombie scrolling menggambarkan aktivitas menggulir layar tanpa kesadaran penuh. Kita seperti hidup di antara notifikasi, video pendek, meme absurd, dan berita clickbait. Ini bukan sekadar membuang waktu---ini perlahan mengikis kemampuan otak kita untuk fokus, bernalar panjang, dan menikmati keheningan.

Media sosial, video pendek, dan aplikasi berbasis infinite scroll tidak dirancang untuk membuat kita bijak, melainkan betah. Semakin lama kita tinggal di dalam aplikasi, semakin besar keuntungan mereka dari iklan dan data. Kita jadi produk, bukan pengguna. Dan yang jadi korban utama? Konsentrasi dan kesehatan mental kita.

Brain Rot: Ketika Otak Kita Lemah karena Konten Instan

Istilah brain rot menjadi populer di kalangan Gen Z dan Alpha sebagai bentuk keluhan mental kolektif: merasa otaknya "lelah", "kosong", atau "berkarat" karena kebanyakan konten digital yang dangkal. Bukan berarti kita jadi bodoh, tapi otak kita dipaksa berpindah topik terlalu cepat.

Konten cepat membentuk kebiasaan berpikir cepat, dangkal, dan serba instan. Video lucu 15 detik, cuplikan gosip 30 detik, potongan berita 1 menit---membuat kita tak lagi tahan membaca artikel panjang, apalagi buku. Kita terbiasa dengan dopamin instan dari swipe berikutnya, bukan refleksi dari pemahaman mendalam.

Otak sebagai Uang Kembalian Algoritma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun