"Kepala sekolah bukan sekadar manajer, tetapi pemimpin pembelajaran. Mereka harus visioner, adaptif, dan menjadi agen transformasi di garis depan pendidikan," ujar Hetifah Sjaifudian dalam peluncuran Program Kepemimpinan Sekolah di Gedung A Kemendikdasmen, Jakarta.
Pernyataan ini bukan sekadar kutipan seremonial, melainkan sebuah tamparan halus pada kenyataan di lapangan. Dalam praktiknya, tak sedikit kepala sekolah yang terjebak dalam rutinitas administratif, menjadi petugas tanda tangan, pengisi laporan, atau bahkan penengah konflik internal. Padahal, panggilan sejatinya adalah menjadi pemimpin perubahan---sosok yang menyalakan nyala pembelajaran, bukan sekadar mengatur jam masuk dan pulang guru.
Paradigma Usang: Kepala Sekolah sebagai Manajer
Selama bertahun-tahun, kepala sekolah di banyak tempat diposisikan lebih sebagai pengelola. Ukuran keberhasilan sering kali berkisar pada kelengkapan laporan, kepatuhan terhadap SOP, dan ketertiban administratif. Tak salah memang, tetapi kurang cukup. Pendidikan bukan pabrik, dan sekolah bukan mesin produksi. Kita bicara soal manusia, karakter, dan masa depan bangsa.
Ketika kepala sekolah hanya sibuk mengurus urusan teknis, siapa yang memimpin pembelajaran? Siapa yang menginspirasi guru untuk bereksperimen dengan metode baru? Siapa yang mendorong budaya literasi, kolaborasi, dan inovasi?
Pemimpin Pembelajaran: Peran yang Terlupakan
Kepala sekolah seharusnya menjadi role model bagi guru, bukan sekadar atasan. Ia harus memahami arah kurikulum, perkembangan pedagogi, bahkan perubahan karakter generasi yang sedang tumbuh. Menjadi pemimpin pembelajaran berarti berani turun ke ruang kelas, berdialog dengan guru dan siswa, serta menciptakan iklim sekolah yang sehat dan menyenangkan.
Kepemimpinan semacam ini bukan hanya soal kemampuan, tetapi juga keberanian. Keberanian untuk berubah, meninggalkan zona nyaman, dan membawa seluruh komunitas sekolah ke arah yang lebih baik. Dibutuhkan kepala sekolah yang bukan hanya pandai membuat rencana, tapi juga mampu menyulut semangat belajar di tengah keterbatasan.
Transformasi Itu Dimulai dari Atas
Program Kepemimpinan Sekolah yang diluncurkan Kemendikbud patut diapresiasi. Ini menunjukkan bahwa negara sadar: transformasi pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa pemimpin yang kuat di setiap sekolah. Namun, program saja tak cukup. Harus ada dukungan ekosistem: regulasi yang memudahkan, pelatihan berkelanjutan, serta apresiasi bagi mereka yang benar-benar menjadi agen perubahan.